JATIMPOS.CO/PAMEKASAN - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur menolak rencana pemberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021.
Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republika Indonesia (KKP RI) itu sangat memberatkan masyarakat nelayan. Seharusnya, kata anggota komisi I DPRD Pamekasan Ali Masykur, ditengah resesi ekonomi ini, pemerintah pusat memberikan simpati berupa bantuan terhadap nelayan.
"Seharusnya pajak yang memberatkan nelayan itu tidak terjadi di negara kita ini. Karena yang saya tahu di wilayah Pamekasan, mereka yang mempunyai kapal 30 GT bukan dari kalangan orang kaya. Tapi hasil patungan antara sanak familinya. Bahkan, ada yang pinjam ke bank dan koperasi," kata komisi I DPRD Pamekasan, Ali Masykur kepada jurnalis jatimpos.co, melalui via WhatsApp pribadinya, (28/9/2021).
Dari pada memberatkan masyarakat nelayan dengan kebijakan PP 85 tahun 2021, tegas politisi berlambang Ka'bah itu, Menteri KKP RI seharusnya memikirkan nasib petani garam. Sebab, negara tercinta ini setiap semester selalu mendatangkan garam dari luar negara. Padahal, imbuh dia, negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil garam terbesar di dunia.
"Namun faktanya, Menteri KKP masih mengimpor garam setiap semester. Ini ada apa dengan pemerintah pusat," tegas mantan HMI itu sembari bertanya.
Menurutnya, bumi Indonesia merupakan bumi bersama, laut Indonesia adalah milik nelayan kita bersama. Lalu kenapa tangkap ikan di laut sendiri masih dibebankan dengan pajak yang menyengsarakan ini?
"Ini kan tidak masuk akal. Seharusnya, pemerintah pusat menganjurkan para nelayan untuk menggunakan kapal dengan transmisi atau mesin yang ramah lingkungan, agar tidak mengotori laut," paparnya.
Kendati demikian, Anggota Bamus DPRD Pamekasan itu, meminta pemerintah pusat memberikan BLT kepada para nelayan dan memberikan subsidi silang.
"Karena beberapa bulan ini, mereka bekerja tidak normal. Bukan kemudian diberi kebijakan yang memberatkan nelayan," pungkasnya.
Terpisah, Aliansi Nelayan Indonesia Wilayah Pamekasan, Sutan Taqdir Alisyahbana menyampaikan, bahwa pemberlakuan PP 85 2021, hanya akan mencekik nasib nelayan, bahkan aktivitas melaut berpotensi punah.
Sebab, adanya kebijakan baru dari pemerintah pusat tersebut, bagi nelayan yang menggunakan kapal 5 GT sampai 30 GT akan dikenakan Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Pajak Hasil Perikanan ( PNBP-PHP).
Sedangkan sebelumnya, PP nomor 7 tahun 2015 itu nelayan 0 GT sampai dengan 30 GT tidak ada penggunaan PNBP dan PHP.
"Informasi dari teman saya di Jawa Tengah, yang sudah melakukan uji petik atas PP 85 2021. Pertama, bayar PNBP (Gt 30) Rp 8.040.000 dan kedua, bayar PHP (GT 30) Rp.36.450.000. Jadi jumlahnya sebesar Rp 44.490.000," pungkasnya. (did)