JATIMPOS.CO/LAMONGAN – Diduga karena banyaknya informasi dari masyarakat terkait penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bansos sembako di Kabupaten Lamongan dinilai bermasalah dan carut marut, DPRD Lamongan melalui Komisi D memanggil Dinas Sosial (Dinsos) Lamongan, di Ruang Komisi D, Rabu (2/3/2022).

Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Lamongan Abdus Shomad menyampaikan, jika pemanggilan Dinsos Lamongan ke DPRD ini sengaja dilakukan untuk menindaklanjuti laporan dan aduan warga terkait penyaluran BPNT yang dinilai menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Tadi kita sudah diskusi dengan Dinsos Lamongan terkait BPNT yang sudah disalurkan di kecamatan. Namun, hal itu menimbulkan permasalahan-permasalahan di lapangan yang viral di media sosial,” kata Shomad.

Intinya, Shomad membeberkan, bahwa diskusi dengan Dinsos tersebut membahas tentang harga barang atau bahan pangan yang dinilai terlalu tinggi oleh KPM, sehingga muncul protes dari masyarakat.

“Lalu ada indikasi dugaan pengondisian di beberapa desa, bahwa KPM diharuskan belanja di pos yang ditentukan, padahal sudah ada edaran dari Kemensos yang membolehkan masyarakat penerima untuk beli di pasar-pasar tradisional atau warung-warung terdekat,” paparnya.

Oleh sebab itu, kata Shomad, Komisi D merekomendasikan kepada Dinsos untuk menghentikan semua agen atau supplyer, karena tak ada lagi regulasi yang menyebutkannya. Lalu, DPRD juga mendesak Dinsos untuk melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap TKSK yang kedapatan kongkalikong.

“Agen sudah tidak diperbolehkan. Hal ini karena sudah tidak ada regulasinya, sejak 15 Februari 2022. Lalu TKSK ini anak asuh Dinsos, jadi kita rekomendasikan untuk dilakukan evaluasi dan pembinaan,” imbuhnya.

Selanjutnya, Shomad menambahkan, DPRD merekomendasikan penggunaan aplikasi pembelanjaan BPNT, sehingga penyaluran ini lebih terkontrol, terdeteksi, dan mempermudah pelaporannya.

Hal senada juga dikatakan anggota DPRD Lamongan, Saifudin Zuhri. Menurutnya keberadaan agen ini memang sudah sepatutnya dihentikan, karena dinilai banyak menimbulkan permasalahan.

“Sudahlah, agen ini tidak jelas, tak ada yang bisa menyebutkan. Seolah-olah ada permainan dan ada yang ditutup-tutupi. Sehingga, kita tak mau lagi ada agen. KPM ini butuh bersih, yang penting bantuan ini dibelikan sesuai ketentuan, dan yang penting bukan dibelikan narkoba atau barang haram lainnya,” tukas Saifudin.

Ditambahkan Saifudin, pihak DPRD nanti akan melakukan pemanggilan lagi terhadap Dinsos jika tidak ada tindakan lanjutan terkait persoalan ini. “Kita nanti juga akan menggelar sidak di Lapangan, karena warga banyak yang mengadu, sehingga ini jadi atensi. Jika masih saja seperti ini, maka kita terpaksa akan gunakan hak angket,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinsos Kabupaten Lamongan, Hamdani Azhari mengatakan, bahwa keberadaan pos pembelian sembako ini sebagai upaya percepatan penyaluran BPNT, sekaligus untuk memastikan KPM agar benar-benar membelanjakan sembako sesuai dengan juknis dari Kemensos RI Dirjen Penanganan Fakir Miskin.

“Pos tersebut untuk memastikan bantuan ini agar dimanfaatkan oleh KPM untuk membeli bahan pangan yang telah ditentukan dengan memenuhi prinsip gizi berimbang atau barang lainnya sesuai ketentuan Kemensos,” ujar Hamdani kepada sejumlah awak media.

Terkait tingginya harga bahan pangan di lokasi yang dikeluhkan warga, Hamdani mengklaim, jika pihaknya telah melakukan pemantauan agar harga yang dijual di lokasi yang ditentukan itu sama dengan harga yang dijual di pasar-pasar.

Saat disinggung mengenai keberadaan pemasok atau agen bahan pangan yang diduga kongkalikong dengan petugas/perangkat desa setempat seperti yang dikeluhkan KPM, Hamdani menyampaikan, jika pihaknya tak tahu secara persis akan hal itu.

Akan tetapi, Hamdani menegaskan, jika penyaluran ini harus disertai bukti fisik pembelian sembako atau bahan pangan.

“Pemasok atau agen ini memang banyak yang berpartisipasi, namun tak ada pemaksaan, karena penyaluran ini butuh percepatan dan laporannya juga harus cepat. Kita bersama Satgas BPNT kejakasaan Inspektorat dan kepolisian,” terangnya.

Seperti diketahui dan sempat viral di media sosial jika warga Lamongan ramai mengeluhkan penyaluran BPNT untuk periode bulan Januari, Februari, dan Maret dengan nilai Rp 200 ribu per bulannya yang pengambilannya secara langsung oleh KPM di Kantor Pos penyalur atau pembayaran di Komunitas.

Tak cukup itu, mereka juga mengeluhkan terkait harga barang sembako yang dinilai terlalu tinggi oleh KPM (Keluarga Penerima Manfaat), sehingga hal ini sangat merugikan.

Bahkan, tak sedikit warga yang mengeluhkan penyaluran bantuan yang diduga telah dikondisikan dan adanya paksaan kepada KPM agar membeli sembako di lokasi yang sudah ditentukan oleh TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). (bis)