JATIMPOS.CO/TUBAN – Belakangan ini Komisi IV DPRD Tuban blak-blakan menyampaikan tantangan pendidikan di tengah kurikulum merdeka belajar. Hal ini diungkapkannya dalam kunjungan kerjanya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jakarta akhir pekan kemarin.
Dihadapan Kemendikbudristek, Ketua Komisi IV Tri Astuti menceritakan bahwa kendala yang dialami diantaranya guru belum mampu mengadopsi kemerdekaan belajar. Gejalanya dipicu cara dan pengalaman guru belajar di bangku kuliah dengan model pembelajaran yang saat ini.
“Seiring perkembangan ilmu, teknologi dan informasi, guru sebagai peran sentral pendidikan selalu dituntut untuk menyesuaikan kebutuhan dan inovasi. Nah, ini butuh waktu untuk menyesuaikan,” terang Tri Astuti kepada Jatim Pos, baru – baru ini.
Kendala lain, keterbatasan dalam mendapatkan referensi pelaksanaan merdeka belajar. Serta belum meratanya akses digital dan akses internet, sehingga implementasi merdeka belajar pelu ditunjang dengan kualitas dan kompetensi dari seorang guru.
Srikandi Gerindra itu menyampaikan di Kabupaten Tuban terdapat beberapa sekolah siap untuk pelaksanaan kurikulum merdeka belajar PSP dan Guru penggerak. Diantaranya, 48 jenjang PAUD, 534 jenjang SD, dan 96 jenjang SMP.
“Tercapainya merdeka belajar, tentu harus ditunjang fasilitas dan anggaran yang sepadan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kepala Sekolah Pengawas Sekolah dan Tenaga Pendidikan Kemendikbudristek, Praptono, berpesan Dinas Pendidikan harus pro aktif mengakses platform merdeka belajar dengan membentuk komunitas belajar.
Disamping itu, Kepala Sekolah yang lolos seleksi maka disitulah ia ditugaskan. Artinya sekolah penggerak harus dipimpin oleh Kepala Sekolah penggerak, dan jika Kepala Sekolah penggerak dimutasi maka penggantinya harus guru yang lulus seleksi guru penggerak.
Praptono menggambarkan, selama 3 Tahun tidak boleh memutasi Kepala Sekolah penggerak dan batasan usia Kepala Sekolah penggerak adalah 56 Tahun. Sedangkan guru penggerak maksimal 50 Tahun. (min)