MENGEJUTKAN ketika kita mendengar sekeluarga di Surabaya meninggal dunia akibat terpapar virus corona, akhir Mei 2020 lalu. Sekeluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan anak sulungnya. Satu persatu dari mereka pun meninggal hanya dalam waktu enam hari.

Tak berselang lama, awal Agustus 2020, pemilik Rumah Makan Rawon Nguling di Probolinggo, Jawa Timur, Nm dan putranya S, juga meninggal dunia karena virus corona. 

Kita juga terperanjat ketika mengetahui Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin meninggal dunia karena terpapar virus corona pada Sabtu (22/8/2020) lalu.

Virus Corona yang kemudian dikenal dengan nama Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang benar-benar tak pandang bulu, siapa saja bisa terkena selama ketahanan tubuh lemah. Miskin dan kaya, tua dan muda, dari rakyat jelata, atlet dan aktor ternama, hingga pejabat, tidak ada yang luput dari Covid-19.

Bahkan yang lebih memprihatinkan ratusan dokter yang merupakan garda terdepan melawan virus corona ikut meninggal. Data yang ada menyebutkan, hingga saat ini  total 114 dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19. Hal itu disampaikan Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi dalam diskusi virtual, Sabtu (12/9/2020).

Adib mengatakan, Provinsi Jawa Timur menjadi daerah dengan kematian dokter tertinggi akibat Covid-19, yakni sebanyak 29 dokter. Kemudian disusul dengan Kota Medan dan DKI Jakarta.

Sebanyak 55 dokter yang meninggal adalah dokter umum, sementara sisanya dokter spesialis. Tak semua dokter tersebut ditugaskan untuk menangani pasien Covid-19 yang tengah diisolasi. Namun mereka terpapar Covid-19 di lingkungan rumah sakit yang memang rawan.

Misalnya, ada dokter yang tertular dari pasien umum yang baru belakangan terdeteksi Covid-19. "Misalnya ada dokter ortopedi, dia menangani pasien yang dioperasi. Setelah operasi baru diketahui bahwa pasien positif," kata dia.

Adib pun berharap masyarakat bisa terus mematuhi protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19 dengan keluar rumah seperlunya, mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun. Dengan begitu, penularan Covid-19 bisa ditekan dan tenaga kesehatan tak terus berguguran.

Kasus Covid-19 di Indonesia juga terus bertambah dari hari ke hari. Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memperlihatkan data yang menyatakan bahwa penularan virus corona masih terjadi di masyarakat. Berdasarkan data hingga Minggu (13/9/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kini sudah mencapai 218.382 orang, terhitung sejak kasus pertama pada 2 Maret 2020.

Sedangkan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 8.723 orang. Provinsi Jawa Timur masih menempati posisi tertinggi dengan jumlah kasus positif 38088, dan meninggal 2763.

Tak Percaya Corona   

Ironisnya, meski jumlah warga yang meninggal karena Covid-19 kini mencapai ribuan orang. Namun, rupanya belum semua masyarakat memahami bahaya virus ini. Bahkan di antara mereka, masih ada yang tak percaya dengan corona.

Seperti halnya seorang seniman berinisial TM yang pernah mengungkapkan dalam sebuah tanyangan video berdurasi 5 menit, bahwa dirinya tak percaya adanya virus tersebut. TM bahkan menyebut ia akan pergi ke rumah sakit untuk menyedot Covid-19 dari mulut pasien.

TM meyakini, tak ada virus Covid-19 di Indonesia, di Jawa Timur dan di Surabaya. Malah ia menyebut virus tersebut hanyalah sebuah konspirasi dan fitnah untuk membuat masyarakat panik dan menghabiskan uang negara. "Saya melihat petugas hanya berkeliling-keliling menghabiskan anggaran negara," tutur dia.

"Kalau ada yang masih terpapar, saya akan bertanggung jawab. Saya akan mencoba, saya akan datang ke rumat sakit kalau diminta pemerintah. Saya menyedot Covid-19. Kalau saya tidak mati, berarti sudah tidak ada corona," ujar TM. Dia bahkan menyebutkan identitas, alamat lengkap serta nomor telepon pribadinya.

Akibat ulahnya itu, ia diperiksa oleh Tim Siber Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim.

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi menyayangkan jika masih ada masyarakat yang  tidak percaya dengan keberadaan virus corona.

Joni Wahyuhadi menjelaskan, virus corona memang tidak terlihat dengan kasat mata, namun dampaknya sudah sangat terlihat.

Ia memberi contoh, seorang dokter di Kabupaten Sampang, Denny Dwi Yuniarto telah meninggal setelah terpapar Covid-19 pada Juni 2020 lalu. "Orangtuanya telepon ke saya menurut dia positif, mertuanya juga meninggal karena Covid-19," kata Joni.

"Istrinya juga sedang sakit. Oleh karena itu Covid-19 tidak main-main," sambung dia.

Joni menjelaskan tingkat penularan Covid-19 sangat tinggi. Jika tidak mengenakan masker dan tidak physical distancing atau jarak fisik dengan orang yang terpapar Covid-19, dipastikan orang tersebut akan tertular.

Terkait banyaknya masyarakat yang tidak mau menerima protokol pemakaman jenazah Covid-19, menurut Joni, pemerintah daerah harus terus menerus melakukan sosialisasi.

"Ada sebagian masyarakat yang tidak mau menerima, karena memang ini sesuatu yang tidak lazim," ucap dia.

"Jenazah dimasukkan peti, keluarga tidak boleh melihat hingga dikuburkan," kata Dirut RSUD Dr Soetomo Surabaya ini.

"Bahkan ada yang bilang di-covidkan. Itu tidak ada, karena saya kira untuk menentukan Covid-19 kawan-kawan di rumah sakit sudah ada buku pedomannya," lanjutnya.

Pedoman untuk pemulasaraan jenazah dan pengelolaan jenazah sampai kubur sebenarnya sudah ada. Tinggal Dinkes di setiap daerah yang harus lebih masif melakukan sosialisasi agar sedikit demi sedikit masyarakat bisa menerima.

"Aparat kemanan sejak awal juga sudah berkomitmen untuk mengamankan pemulasaraan ini. Karena kalau tidak dikelola dengan benar maka bisa tertular kemana-mana," tandasnya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

-----------------------------

Upaya Pemprov Jatim

Berbagai upaya keras dan terobosan juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna menekan dan menghentikan penyebaran Covid-19. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bahkan pernah membentuk dan menerjunkan tim “Covid-19 Hunter” guna melakukan screening atau tes massal ke beberapa daerah di Jatim yang memiliki jumlah orang tanpa gejala (OTG) maupun pasien dalam pengawasan (PDP) di atas 52 persen. Screening ini mencakup rapid tes untuk screening awal, dan bagi yang hasilnya reaktif ditindaklanjuti dengan swab tes dengan PCR dan Tes Cepat Molekular (TCM).

Upaya dari Pemprov Jatim ini mendapat dukungan dari Bupati dan Wali Kota daerah-daerah tersebut. Sehingga kebersamaan dan sinergi yang terbentuk benar-benar dapat signifikan menekan bahkan menghentikan penyebaran Covid-19 di Jawa Timur.

"Karena itu saya mohon kepada para bupati atau wali kota untuk bisa bersinergi, bersama dan terus bergotong royong. Sehingga, percepatan memutus mata rantai Covid-19 bisa kita lakukan bersama-sama," tandas Khofifah.

Selain itu, ada program Kampung Tangguh Semeru di wilayah Jawa Timur yang dibangun bersama jajaran Forkopimda. Saat ini total ada 1.559 Kampung Tangguh Semeru di wilayah Polda Jatim. Pembentukannya memang diprioritaskan pada kampung atau desa yang angka penyebaran Covid-19 masih cukup tinggi.

Kegiatan terbaru yang dilakukan Gubernur Khofifah bersama Kapolda Jatim Irjen Pol Mohammad Fadil Imran dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah mengumpulkan seluruh Bupati/Wali Kota, para Kapolres dan Dandim dan Ketua Fraksi DPRD pada Rakor Percepatan Penanganan Covid-19 di Jatim Klub Bunga, Kota Batu, Jumat (11/9).

Gubernur Khofifah mengatakan, bahwa semua pihak harus lebih detail membreak down sekaligus mengantisipasi kluster-kluster penularan penyebaran Covid-19 baru. Terutama dari beberapa kluster yang muncul seperti kluster keluarga, pilkada hingga kluster perkantoran.

Oleh karena itu, Forkopimda Jawa Timur melakukan evaluasi dan langkah strategis ke depan untuk memastikan bahwa penangananan penyebaran Covid-19 terkendali dan dilakukan secara komprehensif lewat penerapan protokol kesehatan secara ketat.

"Kita sadari Covid-19 ini merupakan persoalan dunia. Maka, ini menjadi tugas kita untuk membangun soliditas dan solidaritas dengan gerakan seirama menanggulangi penyebaran Covid-19," tandas Gubernur Khofifah.

Mirip Flu Spanyol

Namun, disaat seluruh elemen pemerintah berjibaku melawan penyebaran virus corona, Kepala BNPB Letjen Doni Monardo, mencoba menenangkan masyarakat dengan menceritakan kilas balik kehadiran wabah virus di Indonesia. Doni bercerita ketika Rakor bersama Gugus Covid-19 Jatim di Hotel Inna Simpang, Surabaya, baru-baru ini.

Dikatakannya, belajar dari sejarah, kematian akibat Covid-19 di Jawa Timur ini mirip-mirip yang terjadi 100 tahun lalu, kala Flu Spanyol mewabah di Jawa Timur. Saat itu sekitar tahun 1918, sekitar 23 persen populasi warga Madura meninggal dunia karena wabah Flu Spanyol. Secara nasional, Flu Spanyol menewaskan 4,5 juta warga Indonesia yang saat itu masih dikuasai Pemerintah Kolonial Belanda.

Selain Madura 23 persen populasi, wilayah lain terjadi di Kediri 20 persen populasi meninggal akibat Flu Spanyol. Kemudian Surabaya 17,54 persen, Pasuruan 14,32 persen lalu Madiun 7,31 persen.

Untuk menangani pandemi Flu Spanyol, mulanya Pemerintah Hindia Belanda fokus pada upaya kuratif dengan memaksimalkan peran rumah sakit. Namun, ketika tingkat kematian sulit dibendung maka strateginya pun diubah dengan cara mengintervensi budaya.

Pemerintah Hindia Belanda menggunakan wayang sebagai sarana sosialisasi pencegahan Flu Spanyol. "Mereka mengajak masyarakat agar tahu cara mencegah Flu Spanyol. Begitu juga langkah kami sedari awal (dalam penanganan Covid-19), 80 persen adalah pencegahan. Jadi, lebih ke aspek psikologis," ujar Doni.

Doni menegaskan kekuatan penanganan pandemi yang paling penting ada pada maksimalisasi peran komunitas. "Kalau komunitas tidak memberikan bantuan (dukungan), sehebat apapun dan sebesar apapun dana oleh pemerintah, tidak ada artinya," katanya.

Belajar dari pandemi Flu Spanyol, Doni menjelaskan bahwa Covid-19 belum tentu ditemukan vaksin dan obatnya. Apalagi Flu Spanyol saat itu hilang begitu saja. “Mencermati kasus 100 tahun lalu, dan hari ini tentang Covid-19 yang kita tidak tahu apakah akan berhasil adanya vaksin dan obat. Karena Flu Spanyol setelah terjadi hingga hari ini tidak ditemukan vaksinnya, hilang begitu saja,” jelasnya.

Tentu kita semua berharap, semoga virus corona segera hilang begitu saja. Pikiranku pun terlintas pada sesuatu yang sedikit berbau mistis, semoga virus corona dapat bersikap seperti Jelangkung, datang tak dijemput pulang tak diantar. (jufri yus)