JATIMPOS. CO/KABUPATEN MOJOKERTO - Sidang lanjutan perkara sangkaan terjadinya tindak pidana penipuan pada program PTSL yang terjadi di Desa Rejosari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto dengan terdakwa Kades Rejosari Suprapto dan terdakwa Kadus Lebaksari Hariyanto kembali digelar di Pengadilan Negeri Mojokerto, Kamis (3/11/2022) petang.
Sidang yang dipimpin oleh hakim Sarudi, SH memasuki tahap pemanggilan saksi-saksi, berlangsung di Ruang Candra sekitar pukul 17.00 wib dan berakhir pukul 18.30 wib.
Sidang kali ini, Iwan Setianto, SH kuasa hukum dari terdakwa menghadirkan saksi-saksi untuk meringankan terdakwa. Ada 5 saksi yang dihadirkan dan dimintai keterangan di muka persidangan tersebut, yakni Abdul Aziz, Budiono, Sukir, Adi Sucipto dan Khoirul Anam. Semuanya warga Desa Rejosari.
Usai persidangan, Iwan Setianto, SH kuasa hukum kedua terdakwa pada awak media menjelaskan, sidang hari ini agenda permintaan keterangan saksi, beberapa saksi yang dihadirkan telah menyampaikan kesaksiannya dengan sebenar-benarnya di bawah sumpah.
“Pada tanggal 4 Juni 2020 warga Dusun Kesiman Desa Rejosari mengundang Kades Rejosari. Warga Dusun Kesiman menginginkan supaya di desanya itu ada program sertifikat massal atau PTSL seperti Desa sebelah. Kades Rejosari pada saat itu menyampaikan bahwa permohonan sertifikasi massal tidak akan pernah bisa kita lakukan apabila kita tidak mengetahui jumlah kuota,” ungkap Iwan.
Masih kata Iwan Setianto, SH, untuk menghitung kuota itu harus dilakukan pembenahan hak atas tanah. Saat itu Dusun Kesiman Desa Rejosari hak-hak tanah warga masih amburadul. Dan biaya pengurusan belum bisa ditentukan.
“Warga Dusun Kesiman menanyakan biaya pembenahan hak atas tanah pada kliennya Kades Rejosari Suprapto, Kades tidak bisa menentukan. Kemudian melalui musyawarah, besaran biayanya dikembalikan kepada warga. Akhirnya seluruh warga Dusun Kesiman sepakat, biaya pembenahan hak atas tanah jual beli adalah Rp 500 ribu, hibah Rp 1 juta dan waris Rp 1,5 juta. Nominal biaya itu juga mencontoh dari desa sebelah,” jelas Iwan.
Pengacara asal Gondang Mojokerto ini menambahkan, di tanggal 5 Juni 2020 dilakukanlah musyawarah lagi di Dusun Lebaksari Desa Rejosari, Dihadapan warga Lebaksari Suprapto Kades Rejosari menyatakan bahwa kemarin musyawarah warga Dusun Kesiman untuk menentukan kesepakatan besaran biaya pembenahan hak atas tanah agar bisa mendapatkan kuota PTSL.
“Dusun Lebaksari Desa Rejosari juga menginginkan adanya pembenahan hak atas tanah sebelum Program PTSL. Maka akhirnya warga Dusun Lebaksari sepakat besaran biayanya disamakan dengan warga Dusun Kesiman. Dan pada waktu itu, Kades Rejosari juga tidak menjanjikan bulan 10 tahun 2020 sertifikatnya jadi, melainkan di bulan 10 tahun 2022 diajukan permohonan PTSL ke BPN karena sudah jadi pembenahan hak atas tanahnya,” imbuh Iwan.
Iwan juga kecewa terhadap pelapor, Supardi anggota BPD Rejosari waktu itu, dalam rapat musyawarah pembahasan pembenahan hak atas tanah, Kades dengan warga Dusun Lebaksari, ia ikut hadir dan tahu kesepakatan dari rapat, kok malah melaporkan kliennya dengan tuduhan penipuan yang telah diatur dalam pasal 378 KUHP.
“Dalam berita acara rapat/musyawarah Dusun Lebaksari Desa Rejosari, tanggal 5 Juni 2020 Supardi (pelapor) ikut tanda tangan daftar hadir dan tahu kesepakatan kok malah melaporkan kliennya ke polisi, “ keluh Iwan.
Lebih jauh Iwan Setianto, SH menegaskan peristiwa yang dilakukan kliennya sebetulnya memang murni bukan tindak pidana karena tidak ada bujuk rayu dan tidak ada yang dirugikan. Karena semuanya itu adalah kesepakatan bersama. Pembayaran itu juga ada hasilnya berupa pekerjaan pembenahan hak atas tanah yang telah terselesaikan di tahun 2020 dan warga senang sekali.
“Adanya pembenahan hak atas tanah di tahun 2020 mempercepat warga dalam program PTSL, sehingga tahun 2022 warga telah bisa mendapatkan kuota PTSL dan terbukti sertifikat - sudah diserahterimakan,” pungkas Iwan. (din)