JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Ahmad Bashari Ketua Ketua Bawaslu Kabupaten Bondowoso menanggapi pernyataan Junaidi Ketua KPU yang mengajak bermain gontok-gontoan untuk mengadu data di sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI nanti.
Dirinya mempersilahkan KPU untuk membuktikan kebenaran data tentang aduan Esti Diah Marwati soal dugaan pemalsuan dokumen hasil penetapan seleksi Panitia Pemungutan Suara (PPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024.
" Kalau KPU mengajak main gontok-gontoan untuk mengadu data, itu hak mereka, namun jangan salah data itu benar atau tidaknya yang memutuskan nanti DKPP RI. Silahkan nanti kebenaran data buktikan di persidangan," kata Ahmad Bashari pada media, Sabtu (1/07/2023) sore.
Lebih lanjut, Bashari menyampaikan, dari awal laporan terkait dugaan kasus pelanggaran kode etik yang berbentuk dugaan pemalsuan dokumen milik Esti Diah Mawarti, dari awal Bawaslu sudah memproses secara prosedural.
" Secara prosedural adanya laporan dari Esti Diah Mawarti kami proses, setelah itu sesuai dengan regulasi, kami kaji dan kirim ke DKPP. Keputusan akhir yang pasti di DKPP, kalau mau adu kebenaran data silahkan nanti KPU yang harus membuktikan itu. Soal keputusan akhir itu juga DKPP," ungkapnya.
Ia mengaku, data penetapan hasil seleksi calon PPS yang selama ini diterima Bawaslu memang data dikeluarkan KPU.
" Data yang sudah diterima Bawaslu, yang pasti itu sudah ada logo KPU nya, ada tanda tangan Ketua Komisionernya, nanti ya KPU yang mempunyai tugas untuk membuktikan, mana data itu yang benar," imbuhnya.
Bashari menerangkan, alat bukti yang dikantongi Bawaslu, terdapat dua pengumuman yang sama persis soal penetapan calon Panitia Pemungutan Suara (PPS).
" Nomor surat, logo, stempel dan tanda tangan sama persis. Pengumuman pertama terbit nama Esti Diah Mawarti dengan nomor register peserta masih sama. Kemudian, terbit pengumuman kedua namanya Esti sudah berganti nama orang lain dengan nomor register peserta milik Esti," terangnya.
Bashori menelaah, tidak mungkin ada lembaga lain yang mengeluarkan pengumuman yang sama selain dari KPU. Sehingga, Bawaslu menyimpulkan ada indikasi pelanggaran pemalsuan dokumen dan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pihak KPU.
" Versi kami ada indikasi pelanggaran kode etik. Perkara pembuktiannya nanti di DKPP," jelasnya.
Dirinya menerangkan, Esti saat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik, berupa dugaan pemalsuan dokumen membawa 2 berkas SK KPU, tentang penetapan pengumuman hasil seleksi PPS.
Berkas yang dibawa Esti itu, kemudian menjadi bukti awal untuk proses itu ditindak lanjuti, dan Bawaslu masuk ke Websitenya KPU, melakukan download data yang sama di instagramnya KPU dan ternyata pengumuman itu sama yang dijadikan barang bukti oleh Esti.
" Selain itu Bawaslu mengirim surat ke KPU untuk meminta print out berkas SK pengumuman penetapan hasil seleksi PPS. Ternyata juga sama persis dengan pengumuman yang kedua dengan yang dibawa Esti," jelasnya.
Dia memaparkan, persoalan itu terletak di nomor dan nama peserta. Di pengumum pertama itu ada nomor dan nama peserta sama, pengumuman yang kedua juga ada nomor dan peserta. Namun namanya berbeda, tapi sama-sama ditandatangani oleh KPU.
" Kenapa ada dugaan ada pemalsuan dokumen, karena dua duanya ditandatangani oleh para komisioner KPU dan juga data-data itu dikeluarkan oleh KPU. Pengumuman pertama berada Jam 8 sekian menit, yang lewat instagramnya media sosial seperti KPU itu jam 11 sekian. Yang dijadikan barang bukti oleh Esti pada Bawaslu terkait SK pengumuman penetapan PPS itu semua kecamatan," ujarnya.
Dia mengungkapkan, saat Bawaslu melakukan pemeriksaan kepada KPU mereka tidak mengakui hasil pengumuman perta itu dikeluarkan dari laman KPU. Namun yang pasti itu harus dibuktikan, maka nanti pembuktianya ke DKPP. Apakah itu memang dari KPU atau tidak.
" Intinya apa yang kami terima, sudah kami kaji dan proses, kemudian dilanjutkan ke DKPP RI," pungkasnya. (Eko).