JATIMPOS.CO/LAMONGAN - Merasa jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, Muhammad Saiful Bahri (40) seorang pekerja di PT Inti Niaga Pranasari (INP) melaporkan nasibnya ke kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Lamongan.

Menanggapi adanya persoalan yang dialami pekerja, Disnaker Lamongan lakukan pemanggilan terhadap pihak perusahaan PT INP yang beralamat di Jl Raya Surabaya-Babat Km 3 Desa Karanglangit, Kecamatan/Kabupaten Lamongan, Jawa Timur untuk dimintai klarifikasi serta mediasi dengan pekerja tersebut.

Ditemui usai pertemuan mediasi bersama Disnaker dan pihak perusahaan, Muhammad Saiful Bahri mengaku merasa kecewa karena belum berhasil mempertemukan kesepakatan bersama.

Ia mengungkapkan, di agenda mediasi tadi sempat menyampaikan untuk meminta kopensasi yang berhak diterima sebagai pekerja apabila perusahaan dengan alasan melakukan PHK yang dijatuhkan sesuai perundang-undangan yang ada.

"Saya minta kopensasi sebesar Rp 32 juta, bahkan saya turunkan menjadi Rp. 15 juta. Namun pihak perusahaan hanya bisa memberikan pesangon Rp 4 juta, perihal ini saya sayangkan," ujar Saiful, Selasa (1/8/2023).

Menurutnya permintaan kopensasi yang diminta tersebut bukan tanpa alasan, tetapi sangat beralasan berdasarkan undang-undang, karena sudah bekerja 12 lamanya di PT INP ini.

Dalam tuntutannya, ia meminta kopensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah, serta cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja.

"Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, termasuk juga BPJS Ketenagakerjaan," bebernya.

"Hanya itu yang saya minta bukan lebih, karena kompensasi tersebut adalah menjadi hak saya sebagai pekerja yang di PHK. Bukan malah pihak perusahaan menganulir dengan bahasa, bahwa saya telah melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak," imbuhnya.

Selain itu, kata dia, berkaitan tentang tuduhan perusahaan yang mengatakan jika dirinya melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak mestinya melalui mekanisme yang ada.

"Hal itu apakah tidak ada tahapan terlebih dahulu yang dilakukan oleh perusahaan lewat teguran jika ada kesalahan sebagai pembinaan (education) perusahaan kepada karyawan. Selanjutnya barulah ada tahapan surat peringatan (SP) 1, 2 sampai SP 3. Kalau masih diabaikan pihak perusahaan bisa mengambil tindakan dan atau PHK, tidak serta merta langsung PHK. Ini kurang berimbang," sesalnya.

Mengenai hasil pertemuan pertama ini, dirinya berharap ada solusi terbaik serta pihak perusahaan memberikan yang menjadi haknya sebagai pekerja.

"Besok atau selanjutnya akan dilakukan tahapan mediasi atau klarifikasi tahap kedua. Apabila dalam mediasi bersama pihak managemen PT. INP oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lamongan tidak ada kata mufakat sesuai tuntutan saya. Maka dengan berat hati serta kerendahan hati saya memohon ijin untuk mengadukan persoalan ini ke Ombudsman Republik Indonesia, di Surabaya Jawa Timur," pungkas Saiful.

Terpisah Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lamongan Agus Cahyono melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Lailatul Masruroh saat dikonfirmasi menjelaskan jika Disnaker dalam hal ini menjembatani persoalan yang terjadi antara pekerja dengan perusahaan terkait.

"Kita sudah melakukan upaya penyelesaian sesuai dengan Undang-undang, dimana ada tahapan tahapan. Hari ini kita sudah melakukan pemanggilan kedua belah pihak untuk klarifikasi permasalahan yang ada untuk selanjutnya dicari titik temu (win-win solution)," tutur Laila.

Namun demikian, ia menjelaskan tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pertemuan klarifikasi selanjutnya.

"Dalam tahapan penyelesaian tidak menutup kemungkinan kita lakukan lebih dari satu kali," singkatnya. (bis)