JATIMPOS.CO/JOMBANG - Sejumlah LSM yang tergabung dalam Aliansi LSM Jombang yang getol mengungkap polemik ruko simpang tiga Jombang, akhirnya mendapatkan tanggapan dari Pj Bupati Jombang, Sugiat.
Saat Aliansi LSM Jombang melakukan orasi dan diterima langsung Ketua DPRD Jombang, Mas'ud Zuremi didampingi sejumlah pejabat Pemkab Jombang yakni dari Disdagrin, Kesbangpol, Bagian Hukum Setkab Jombang dan Kasat Pol PP berjanji dalam kurun waktu 2 minggu kedepan akan segera merealisasikan tuntutan Aliansi Lembaga Swadaya Jombang terkait penutupan.
"Dalam kurun waktu 2 Minggu kedepan atau sekira tanggal 20 Nopember akan segera merealisasikan tuntutan Aliansi Lembaga Swadaya Jombang terkait Ruko Simpang Tiga ini ditutup,” ungkap Masud Zuremi.
“Kita kawal sampai tuntas dan bila perlu akan ditutup ruko simpang tiga, bila tak ada itikat baik dari para penghuninya tunggu keputusan 2 minggu mendatang,” imbuh Mas'ud dalam menjawab orasi tuntutan para pendemo.
Selanjutnya, Pj Bupati Jombang dalam pesan WhatsApp yang dikirim kepada jatimpos.co menanggapi bahwa pihaknya akan merapatkan polemik ini bersama OPD terkait dan akan mencarikan solusi yang terbaik atas polemik tersebut.
"Akan dirapatkan dulu, salah satu pertimbangan masih proses hukum," ucap Sugiat selaku Pj Bupati Jombang, Senin (6/11/2023) siang.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, bahwa puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi LSM Jombang Senin kemarin (6/11/2023) melakukan aksi demo di depan gedung DPRD Jombang.
Mereka meminta Pemkab Jombang menindaklanjuti rekomendasi dari Pansus DPRD Jombang beberapa waktu lalu agar Pemkab segera menagih piutang kepada para penghuni berdasarkan temuan BPK sebesar lebih Rp 5 miliar. Bahkan, Pansus DPRD Jombang juga merekomendasikan agar segera menutup jika para penghuni tidak mau membayar.
Menurut para aktivis ini, menuntut segera proses penutupan ruko Simpang Tiga di Desa Mojongapit dipercepat. Tuntutan ini berkaitan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut adanya tunggakan sewa dari para penghuni, sebesar Rp 5 miliar dan sampai hari ini belum ada penyelesaian dari penghuni ruko dan langkah kongkrit Pemkab Jombang.
Dwi Andika selaku korlap demonstrasi dalam orasinya mengatakan, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dari para para penghuni Ruko Simpang Tiga sudah habis sejak Juni 2016 namun anehnya hingga saat ini Pemkab Jombang seakan tidak Punya nyali untuk menutupnya.
"Padahal jelas-jelas hasil pemeriksaan dan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Jombang tahun anggaran 2020 audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan kerugian negara sebesar Rp 5 Miliar. BPK RI pun juga menyatakan bahwa ruko simpang tiga adalah aset milik Pemkab jombang, maka kewajiban penghuni ruko adalah membayar uang sewa ruko. Namun, sangat disayangkan, sampai saat ini tidak ada langkah kongkrit dari Pemkab Jombang untuk melaksanakan rekomendasi Pansus DPRD Jombang yakni menutup Ruko Simpang Tiga, ada apa ini?” ungkapnya.
Hal senada juga diorasikan Hadi Purwanto bahwa, Kejaksaan Negeri Jombang pun telah menaikkan kasus ini dari penyeledikan menjadi penyidikan.“Artinya dengan kenaikan status menjadi penyidikan ini, akan ada penetapan tersangka. Tapi, mengapa Pemkab Jombang tidak berani menutupnya. Ada apa ini?” tukas Hadi.
Disambung pula Wibisono bahwa, “Menurut PP No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah, pasal 36 ayat (2) berbunyi : Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasa 35 mengakibatkan tanahnya kembali kedalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. Berarti aset adalah sah milik Pemkab Jombang,” terang Wibisono Aktivis senior di Jombang.
Wibisono menambahkan, “Dari total 5 miliar, namun hingga kini hanya terbayar 20%. Hal ini membuktikan penghuni ruko tidak ada itikad baik untuk membayar sewa sebagaimana menjadi kewajiban mereka. Sudah 1 tahun rekomendasi DPRD ditetapkan, akan tetapi sampai saat ini tidak ada langkah kongkrit untuk melaksanakan rekomendasi penutupan tersebut,” pungkasnya. (her)