JATIMPOS.CO/BANYUWANGI – Kabupaten Banyuwangi kembali meraih penghargaan sebagai Kabupaten Peduli Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Predikat ini berhasil dipertahankan Banyuwangi selama empat tahun berturut-turut sejak 2016.
Penghargaan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menkumham RI Nomor M.HH-04.HA.04.03 Tahun 2020 tentang Penetapan Kabupaten/Kota Perduli Hak Asasi Manusia Pada Tahun 2019.
Penghargaan diserahkan secara simbolis oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, Krismono, yang mewakili Menkumham RI Yasonna Laoly, dalam Peringatan Hari HAM Sedunia ke-72 di Kanwil Kemenkumham Jatim di Surabaya, Senin (14/12/2020). Turut hadir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Bupati/walikota se-Jatim juga mengikuti acara tersebut melalui sambungan digital.
“Alhamdulillah, kinerja Banyuwangi terus mendapat apresiasi positif dari pemerintah pusat. Ini menjadi spirit kami untuk terus berinovasi lebih baik lagi. Khususnya yang terkait dengan pemenuhan hak-hak kebutuhan dasar masyarakat (HAM),” kata Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra, Sih Wahyudi.
Penghargaan tersebut diberikan Kemenkumham RI untuk memotivasi pelaksanaan pembangunan HAM di tingkat kabupaten/kota. Adapun kriteria penilaiannya adalah, hak atas pendidikan, hak perempuan dan anak, hak atas kependudukan, hak atas pekerjaan, hak atas perumahan, dan hak atas lingkungan berkelanjutan.
“Alhamdulillah, Banyuwangi dinilai mampu memenuhi semua kriteria tersebut,” ujar Sih Wahyudi.
Dia lantas mencontohkan berbagai langkah inovatif Banyuwangi untuk memenuhi hak-hak warganya. Salah satunya, untuk hak atas kependudukan, Banyuwangi telah meluncurkan program Lahir Procot Pulang Bawa Akta. Yakni, layanan pembuatan akta kelahiran yang super cepat yang digulirkan sejak 2013.
Lewat program ini, setiap bayi yang lahir akan mendapatkan surat-surat administrasi kependudukan, yakni akta kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA), termasuk juga kartu keluarga yang baru. Layanan ini gratis.
"Akta ini penting. Jika anak tidak terdaftar, konsekuensinya banyak. Tanpa akta kelahiran, hak untuk mendapatkan pendidikan, jaminan layanan kesehatan, akses ekonomi, dan hak-hak lain sulit didapatkan. Ketiadaan data anak juga bisa menjadi celah untuk tindak kejahatan perdagangan anak," ujarnya.
Selanjutnya, dia juga membeber sejumlah program di bidang pendidikan. Di antaranya, Banyuwangi telah mendeklarasikan diri sebagai kabupaten inklusi pada 2014. Semua sekolah di Banyuwangi wajib memberi kesempatan pendidikan kepada semua anak, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk bisa belajar di sekolah yang sama, mempelajari mata pelajaran yang sama dan mengikuti semua kegiatan di sekolah tanpa ada diskriminasi.
Banyuwangi juga punya berbagai program inovasi bagi para pelajar dari keluarga kurang mampu untuk menyokong kebutuhan belajarnya. Misalnya, Beasiswa Banyuwangi Cerdas yang memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
“Ada juga program Siswa Asuh Sebaya, Gerakan Daerah Angkat Anak Putus Sekolah (garda Ampuh), uang saku pelajar, uang transport, dan masih banyak program lainnya. Ini semua dalam rangka menjamin hak-hak dasar anak di bidang pendidikan,” pungkas Sih Wahyudi. (rzl/jok)