JATIMPOS.CO/JOMBANG - Dua orang sindikat pembuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) palsu yang meresahkan warga Jombang akhirnya dibekuk oleh Satreskrim Polres Jombang.
Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Azi Pratas Guspitu dalam rilisnya kepada sejumlah awak media, Selasa (3/9/2019) memaparkan, kedua pelaku yang diamankan anggotanya yakni Anjik Zuanto alias Enjin (36 tahun), warga Dusun Ploso, Desa Plosogenuk, Kecamatan Perak, Jombang dan Fatkhul Dwi Rohman (32 tahun), warga Jalan Semeru Desa Denanyar, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
"Anggota kami mendapat informasi jika di Kecamatan Jombang ada orang yang bisa membuat KTP dan KK yang tidak sesuai dengan data yang aslinya, kemudian anggota langsung bergerak cepat ke lokasi yang dimaksud," papar Azi.
Berbekal informasi tersebut ditindaklanjuti dan pada hari Minggu (01/09/2019) sekira pukul 22:00 Wib, berhasil menangkap salah satu pelaku di rumahnya di Jalan Semeru, Desa Denanyar, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
“Dari penangkapan satu pelaku, kemudian kami kembangkan dan berhasil menangkap satu pelaku lainnya. Kedua tersangk ini, sudah lebih dari 4 bulan melakukan pembuatan KTP dan KK palsu yang menurut pengakuan mereka digunakan untuk kelengkapan kredit sepeda motor," imbuhnya.
Adapun modus operandi pelaku yakni melakukan scanning KTP maupun KK asli, kemudian untuk identitas dan foto diedit sesuai data pemesan dengan menggunakan program paint dan microsoft word.
Setelah itu hasil untuk KTP dicetak menggunakan printer warna pada lembaran plastik mika kemudian hasil cetakan dipotong dan ditempelkan pada material eKTP bekas sehingga menyerupai aslinya.
Sedangkan untuk KK dicetak warna menggunakan printer pada lembaran kertas HVS putih kemudian dilaminating. Untuk prosesnya hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam.
“Mereka mendapat imbalan sebesar 200 ribu rupiah untuk tiap KTP dan KK," ujarnya.
Saat ini kedua tersangka beserta barang bukti berupa 1 unit komputer, 1 unit printer, 2 lembar eKTP dan 7 lembar KK palsu diamankan di Mapolres Jombang guna proses penyidikan lebih lanjut.
"Keduanya dijerat dengan pasal 96A jo Pasal 8 ayat (1) huruf c UU RI No. 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas UURI No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara," pungkas Azi. (her)