PEMANFAATAN ruang laut sebagai salah satu implementasi dari pengelolaan ruang laut tercantum dalam Undang Undang (UU) 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, akan tetapi hal itu belum menjadi arus utama untuk penambahan pendapatan negara. Pasal 43 huruf 2 dan 3 selain itu juga menegaskan, pengelolaan ruang laut meliputi perencanaan, pengawasan, dan pengendalian yang dilaksanakan berdasarkan karakteristik negara kepulauan dan mempertimbangkan potensi sumber daya dan lingkungan kelautan.
Visi Indonesia poros maritim dunia mencerminkan sebuah pergeseran paradigma pembangunan yang semula fokus pada komoditi dan sumberdaya alam berubah ke paradigma ruang. Visi ini menghadirkan sebuah tantangan ruang yang penting bagi Indonesia sendiri yang berimbas pula pada daerah provinsi. Ruang sebagai konsep lebih sulit dipahami karena bersifat abstrak sedang komoditi bersifat kasat mata. Pergeseran paradigma ruang ini sekaligus merupakan pergeseran paradigma pertumbuhan ke paradigma pemerataan.
Salah satu kebijakan yang penting adalah kebijakan Tata Ruang dan Zonasi di wilayah pesisir serta zonasi kawasan antarwilayah yang dipandegani Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki kepentingan maritim yang besar, kepentingan untuk hadir di laut secara efektif di seluruh wilayah laut Indonesia terutama untuk menjaga keutuhan NKRI dan membangun sistem logistik nasional yang efisien. Kebijakan ini perlu mendorong pembangunan yang lebih mengutamakan pemerataan daripada pertumbuhan tinggi namun timpang dan penumbuhan jaringan kompetensi nasional serta pertumbuhan institusi yang berpihak pada kepentingan maritim nasional.
Sebenarnya banyak upaya pemanfaatan ruang laut yang dapat dilakukan, sebagaimana posisi strategis Indonesia sebagai poros maritim dunia. Peranan ikut meningkatkan kesejahteraan bangsa, sesungguhnya merupakan sebuah keharusan yang prioritas dikerjakan. Karena itu diperlukan kemampuan maritim,kemampuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer yang diwujudkan pada pengaruhnya dalam menggunakan laut untuk kepentingan sendiri. Selain itu tetap waspada terhadap penggunaan laut oleh pihak lain yang merugikan pihak sendiri.
Patut direnungkan bahwa peluang-peluang tersebut sangat banyak. Pengelolaan perairan kelautan yang pada dasarnya diorientasikan pada kepentingan para pengguna poros maritim, antara lain penyediaan tempat berlabuh yang aman dan nyaman bagi kapal-kapal yang akan beristirahat atau perbaikan atau menunggu tempat sandar. Termasuk juga penyediaan pelabuhan bongkar muat yang efisien, penyediaan galangan kapal yang mumpuni, penyediaan pelayanan pengisian bahan bakar dan air tawar yang kompetitif.
Sangat banyak potensi usaha yang bisa digali, termasuk mewajibkan penggunaan pandu bagi kapal-kapal yang melintasi alur sempit agar tidak terjadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan tertutupnya alur pelayaran. Belum lagi penyediaan keperluan awak kapal yang reprentatif seperti sarana rekreasi dan wisata serta pusat perbelanjaan yang khas dan mengesankan, penyediaan sistem informasi yang cepat dan terkini, dukungan manajemen yang efektif dan handal.
Masih banyak peluang jika kita mau mengorganisasi dengan baik agar para pengguna laut lebih memilih berhenti sementara waktu untuk memenuhi kepentingannya atau bahkan menjadikan Indonesia sebagai tempat transit barang muatan yang akan diteruskan oleh kapal lain ke daerah tujuan.
Alur Laut Kepulauan
Disinilah dbutuhkan kreativitas, inovasi, kecerdasan, strategi dan kerja keras untuk mewujudkan impian sebagai negara poros maritim dunia. Jaminan keamanan tidak saja diperlukan oleh pengguna laut, tetapi juga bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak pantai, agar tidak terjadi pelanggaran hukum maupun pelanggaran kedaulatan. Memang tidaklah mudah merebut hati dan menarik minat para pengguna laut bila tidak didukung sarana dan prasarana yang memadai, efektif, efisien dan memiliki kekhasan tersendiri, serta para pengguna laut merasa nyaman dan adanya jaminan keamanan selama berada di Indonesia.
Pada tataran lain, pengakuan internasional terhadap keberadaan wilayah perairan Indonesia meliputi 4 hal yaitu perairan nusantara, laut teritorial, batas Landas Kontinen, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dengan menyadari betapa luasnya wilayah laut yang dimiliki ditambah dengan posisi silangnya yang sangat strategis, hal ini seharusnya dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia.
Akan tetapi dalam konteks ekonomi, Indonesia belum mampu memanfaatkan selat strategis seperti Selat Malaka dan tiga Alur Laut Kepulauan (ALKI) sebagai sumber pendapatan negara, melalui pengembangan berbagai aktivitas ekonomi yang nilainya ratusan juta dolar. ALKI adalah jalur strategis pelayaran kapal dunia. Wilayah perairan yang strategis ini melewati Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Lajur laut yang berada di wilayah kedaulatan Indonesia adalah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar.
Pemerintah belum mampu melakukan pengembangan pelabuhan-pelabuhan yang kompetitif, efisien dan maju di segenap wilayah Indonesia. Akibatnya, peningkatan perdagangan dunia melalui aktivitas ekonomi di seluruh kepulauan maupun jalur ALKI belum dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pertumbuhan kemakmuran. Padahal wilayah laut Indonesia memiliki peranan penting dalam lalu lintas laut, selain memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah.
Selain pemanfaatan ALKI untuk kepentingan pengembangan potensi ekonomi nasional, kehadiran pelabuhan atau terminal khusus maupun terminal untuk kepentingan sendiri yang dibangun swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Semen Indonesia, Petrokimia, PT.PAL dan lainnya yang jumlahnya di Jawa Timur saja mencapai 64 terminal seharusnya juga dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah provinsi. UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan, pengelolaan wilayah laut 12 mil dari garis pantai merupakan kewenangan pemerintah provinsi.***
Penulis Oki Lukito
Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan
Dewan Pakar PWI Jawa Timur