JATIMPOS.CO/SURABAYA- Puncak peringatan HUT Ke-79 RI di Gedung Negara Grahadi Surabaya Sabtu (17/8/2024), dimeriahkan sendratari kolosal “Pawitra Suci”. Seluruh undangan yang memadati Gedung Grahadi tertuju pandangan dan antusias menyaksikan tari kolosal tersebut.
Di deretan depan undangan tampak Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono beserta istri, para pimpinan Forkopimda Jatim, perwakilan negara sahabat dan undangan lainnya.
Sendratari “Pawitra Suci” yang merupakan binaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim ini melibatkan 300 penari, pengrawit, dan kru, disutradarai oleh Abing Santoso M.Pd., dengan arahan Art Director Suwandi, M.Sn., serta diiringi komposisi musik oleh Joko Susilo, M.Sn.
Tarian ini menggambarkan 'Gunung adalah keagungan bumi, melahirkan kearifan manusia. Teratai sebagai simbol kelahiran dan kebijaksanaan. Jika mimpi adalah benih, berjuanglah sebagai pupuknya. Aku, Sang Ibu Bumi, memahat garis sakti di Bumi Pawitra Suci.
Dalam penuturan Jawa, Tirta dalam konteks tersebut bernama Tirta Pawitra Mahening Suci. Tirta bermakna air, berarti pula kehidupan. Pawitra artinya bening. Dengan demikian tirta pawitra bermakna air bening atau air suci.
Dikisahkan dalam lakon Dewa Ruci bahwa seorang kesatria perkasa bernama Bima (alias Werkudara) ditugaskan oleh gurunya bernama Drona (Durna) untuk mencari air kehidupan (tirta pawitra) yang dapat membuat kebahagiaan hidup.
Memenuhi perintah gurunya itu, Bima mencari sumber air. Dalam pencariannya bukannya air yang didapat, tetapi justru rintangan berat, Ketika mencari ke gunung bertemu dua raksasa yang kemudian mengajak berkelahi. Lalu Bima pergi ke lautan dan kemudian bertemu naga yang juga mengajak berkelahi.
Sendratari kolosal "Pawitra Suci" di Grahadi, Sabtu (17/8/2024). foto : Fikri Zain (jatimpos.co)
----------------------------------------------------
Terakhir Bima bertemu Dewa Ruci, yang memintanya masuk di telinga kirinya yang kecil. Dan Bima masuk telinga kiri Dewa Ruci yang ternyata menjadi alam mahaluas.
Perjuangan Bima mengalahkan para raksasa untuk menemukan air perwita, mengalahkan naga, dan bertemu dengan Dewa Ruci sarat akan simbol-simbol tentang perjuangan manusia mengalahkan nafsu-nafsu yang dapat menghalanginya menuju kesempurnaan.
Misalnya nafsu makan, kekuasaan, kesombongan, dan semacamnya. Bima mencapai kesempurnaan karena watak dan sifat rela, patuh, waspada, eling (tidak lupa diri), dan rendah hati. Seseorang yang telah mengetahui jati dirinya akan melakukan hal-hal tersebut dengan alasan ia mengamalkan tugas-tugasnya di dunia.
Dewa Ruci mengatakan bahwa air kehidupan tidak ada di mana-mana, sebab air kehidupan berada didalam diri manusia itu sendiri. Bima memahami wejangan Dewa Ruci yang sesungguhnya adalah representasi dirinya sendiri, yang muncul dan memberi pengajaran kepadanya karena ia telah mematuhi perintah gurunya dengan sepenuh hati.
Kisah Dewa Ruci juga merupakan alegori tentang hasrat manusia yang terus ingin melacak keberadaan Tuhan, dan dengan nalarnya ia melakukan penjelajahan.
Menurut filsafat Jawa, manusia disebut sebagai jagat cilik atau mikrokosmos (dunia kecil), sedangkan semesta raya disebut sebagai makrokosmos atau jagat raya (besar) yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
Jagat mikrokosmos sama luasnya dengan jagat makrokosmos. Di sana, rahasia ketuhanannya diberi petunjuk: "Siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." Keyakinan ini mengendap dalam keyakinan orang-orang Jawa pada masa silam. (nam)