JATIMPOS.CO/ BLITAR- Pergeralaran wayang kulit lakon “Sirnane Angkoro Murko” dalang Ki Bayu Aji betul-betul menghibur dan sekaligus menjadi tuntunan kehidupan warga Kabupaten Blitar dan sekitarnya. Wayang itu digelar di lapangan Desa Dayu Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, Minggu malam (20/7/2025).
Warga Desa Dayu Kecamatan Glegok Blitar dan sekitarnya berbondong-bondong memadati lapangan sejak pukul 19.00. Antusias warga karena selain pergelaran wayang, juga menghadirkan bintang tamu Niken Salindri, Jo Klitik dan Jo Klutuk.
Pergelaran tersebut diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim.
Dalang Ki Bayu Aji memainkan wayang lakon “Sirnane Angkoro Murko” di lapangan Desa Dayu Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, Minggu malam (20/7/2025).
--------------------------------------------
Hadir pada kesempatan itu Bupati Blitar H. Rijanto, Wakil Ketua II Komisi E DPRD Prov Jatim, Jairi Irawan mewakili Blegur Prijanggono (DPRD Jatim), dan Sarmuji (DPR RI).
Juga Kabid Kebudayaan Disbudpar Jatim Dwi Supranto mewakili Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari, DPRD dan pejabat Pemkab Blitar, Muspika Nglegok, Kades Dayu Nur Rifa’i, tokoh masyarakat Kabupaten Blitar.
Jairi Irawan pada kesempatan itu mengapresiasi pelaksanaan wayangan di Desa Dayu Kec. Nglegok Kabupaten Blitar. “Warga disini mencintai seni budaya. Dan ini sejalan dengan Bupati Blitar yang mencintai seni budaya, karena itu sangat tepat memilih H. Rijanto sebagai Bupati Blitar,” ujarnya.
Sementara itu Bupati Blitar H. Rijanto menyatakan akan terus melestarikan seni budaya kebanggaan warga Blitar. “Tahun depan kita tanggap lagi dalang dan lakon ini,” ujarnya.
Menurut Bupati, lakon “Sirnane Angkoro Murko” sangat bagus yang memberi makna juga pentingnya bahu-membahu bersama-sama memberantas angkara murka termasuk korupsi.
Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari dalam amanat yang disampaikan Kabid Kebudayaan Dwi Supranto mengemukakan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi yang kaya akan potensi dan keragaman budaya, maka kita harus berbangga hati bahwa Jawa Timur memiliki 7.105 objek pemajuan kebudayaan dan 112 warisan budaya tak benda.
Dari angka tersebut, beberapa diantaranya berasal dari kabupaten Blitar, seperti kentrung (2013), jamasan pusaka kyai pradah (2017), reog bulkiyo dan larung sesaji pantai tambakrejo (2019), jaranan tril (2021), dan siraman kyai bonto (2022). kekayaan ini tentunya menjadi potensi yang patut kita banggkan dan jaga bersama, serta kita kembangkan dan manfaatkan secara maksimal guna mendukung kesejahteraan masyarakat.
“Kami sangat mengapresiasi pagelaran wayang kulit ini yang diselenggarakan dalam rangka pengembangan kebudayaan khususnya Jawa Timur. Masyarakat utamanya generasi muda, adalah garda terdepan dalam pelestarian budaya. Pelibatan masyarakat lintas generasi merupakan sebagai langkah positif dalam mencapai pemajuan bangsa utamanya dalam aspek sosial dan budaya,” ujarnya.
Cinta Rama dan Shinta
LAKON Sirnane Angkara Murka. Cerita tersebut memiliki makna atau pesan moral bahwa perbuatan keji akan mendapat balasan yang tragis dan buruk.
Salah satunya adalah cerita Sirnane Angkara Murka atau Sirnanya Angkara Murka Rahwana, dimana Angkara Murka yang memiliki sifat buruk berusaha merebut dan mencintai istri orang lain yakni Shinta, atau disebut kisah cinta terlarang.
Dalam cerita itu, akhirnya perebutan Angkara Murka dilawan dan disirnakan oleh Rahwana dan juga Rama Wijaya sebagai suami Shinta, sehingga Angkara Murka digencet Gunung Sondara Sondiri hingga berakhir tragis.
Dalam kisah pewayangan Ramayana, cerita tentang Rama dan Shinta tidak terlepas dari unsur angkara murka, terutama yang dilakukan oleh Rahwana. Rahwana, seorang raja raksasa yang memiliki sifat angkara murka, menculik Shinta karena tergoda oleh kecantikannya dan keyakinan bahwa Shinta adalah titisan Dewi Sri Widowati, wanita yang sangat dicintainya.
Penculikan Shinta ini memicu peperangan antara Rama dan Rahwana, yang melibatkan berbagai tokoh dan peristiwa dramatis. Berikut adalah poin-poin penting terkait kisah Rama dan Shinta dalam konteks angkara murka:
1. Penculikan Shinta: Rahwana, dengan tipu muslihatnya, menculik Shinta yang sedang berada di hutan Dandaka setelah Shinta meminta Rama menangkap kijang emas. Shinta diculik ke Alengka, kerajaan Rahwana.
2. Kekuatan Angkara Murka: Rahwana digambarkan sebagai sosok yang memiliki angkara murka, rela melakukan segala cara, bahkan mengorbankan negeri dan keluarganya, demi mendapatkan Shinta. Sifat angkara murka Rahwana ini menjadi pemicu konflik utama dalam cerita Ramayana.
3. Perang dengan Rama: Penculikan Shinta memaksa Rama untuk berperang melawan Rahwana. Rama dibantu oleh pasukan kera, termasuk Hanuman, dalam upaya membebaskan Shinta.
4. Ujian Kesetiaan: Setelah berhasil membebaskan Shinta, Rama masih meragukan kesetiaan Shinta karena telah diculik oleh Rahwana. Shinta kemudian membuktikan kesuciannya dengan membakar diri di api unggun, dan ia selamat dari api, membuktikan bahwa ia masih suci.
5. Kemenangan Rama dan Kematian Rahwana: Akhirnya, Rama berhasil mengalahkan Rahwana dalam pertempuran yang dahsyat. Rahwana tewas terkena panah pusaka Rama.
6. Pesan Moral: Kisah ini mengandung pesan moral tentang kesetiaan, keberanian, dan bagaimana cinta sejati pada akhirnya dapat mengalahkan angkara murka.
Dengan demikian, kisah Rama dan Shinta dalam pewayangan tidak hanya tentang cinta dan kesetiaan, tetapi juga tentang pertarungan antara kebaikan (Rama) dan kejahatan (Rahwana) yang diwujudkan dalam bentuk angkara murka. (sa)