JATIMPOS.CO/MALANG- Panji In Love adalah kisah tentang rasa yang tumbuh perlahan. Tentang seseorang yang jatuh hati pada sosok yang mungkin tak bisa ia miliki, tapi tetap ingin ia jaga. Tentang perjuangan mencintai tanpa harus memiliki. Tentang mencintai meski tak selalu dibalas dengan cara yang sama.

Itulah kisah yang ditampilkan dalam gerak “Topeng Panji In Love”, digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim pada Minggu 27 Juli 2025 mulai jam 18.00 WIB di Taman Krida Budaya Kota Malang.

Ribuan penonton memadati atrium Taman Krida Budaya didominasi kaum muda, milineal. Mengisahkan kehidupan kaum muda ; setiap cinta punya awal yang sederhana entah dari tatapan yang tertangkap tak sengaja, atau dari rasa kagum yang tumbuh dalam diam.

Panji adalah cerminan hati yang jatuh cinta, memendam harap, namun tak mampu menyuarakan rindu. Disinilah perjalanan batinnya mulai dikisahkan.

Menyampaikan rasa yang tak sempat ia ucapkan. Cinta itu akhirnya menari menjadi bahasa tubuh yang lembut, namun penuh keberanian. Sebab dalam seni, cinta tak perlu disuarakan dengan kata, cukup dihadirkan dengan jiwa yang jujur dan terbuka.

“Pertunjukan ini menghadirkan tafsir baru dari kisah klasik Panji–Sekartaji, dipadukan dengan lakon rakyat Ande-Ande Lumut,” ujar Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari.

Narasinya mengangkat tema pencarian cinta sejati, identitas tersembunyi, hingga keberanian menolak objektifikasi tubuh dalam kisah sayembara Klenting Kuning dan Yuyu Kangkang.

“Apa jadinya cinta jika tubuh dijadikan tiket? Dan jika penolakan adalah kekuatan?” menjadi kutipan kunci yang merepresentasikan pesan utama dramatari ini.

Panji in Love merupakan pementasan keempat dalam program Topeng Panji untuk Dunia, setelah sebelumnya ditampilkan tiga lakon berbeda di Surabaya dan Malang: Rara Jiwa–Rara Tangis, Panji Laras, dan Panji Mangu. Program ini menegaskan pentingnya pelestarian Topeng Malangan sebagai warisan budaya yang kaya nilai moral dan falsafah hidup, terutama bagi generasi muda di era digital. (sa)