JATIMPOS.CO//SURABAYA- Puluhan ribu koleksi museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo Jatim tidak hanya menarik untuk dilihat, tetapi juga dikaji sejarahnya. Salahsatu dari puluhan ribu koleksi itu adalah “Surya Stambha”. Selasa (28/9/2021) dilakukan Seminar “Hasil Kajian Koleksi Arkeologi Surya Stambha” di Museum Mpu Tantular.
“Koleksi Surya Stambha museum MPU Tantular adalah koleksi masterpiece yang tiada duanya baik itu di Indonesia maupun di dunia. Koleksi kapak ini di tempat asalnya disebut kapak kuhirai atau kapak sabu seperti halnya nama daerah tempat kapak ini ditemukan di daerah NTT,” kata Kadisbudpar Jatim, Sinarto, S.Kar, MM pada pembukaan seminar.
Ditempat asalnya lanjut Kadisbudpar Jatim, kapak ditemukan ada dalam ukuran lebih kecil dan sekarang dapat dilihat di museum Provinsi NTT. Namun kapak sabu dengan ukuran yang demikian besar hanya ada di sini, di Museum MPU Tatular.
“Museum sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda antik dan angker sudah semestinya hilang dari kesan fikiran manusia sekarang ini. Museum dalam paradigma yang ada seyogyanya menjadi tempat modern dan menyenangkan,” ujarnya.
Dikatakan, kegiatan mengkaji koleksi dapat dilakukan dengan nuansa akademik yang konstruktif tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam iklim diskusi yang demikian museum pusat budaya yang dialektis dalam bingkai tradisi keindonesiaan.
Banyak Koleksi
Sementara itu Plt Ka UPT Museum Mpu Tantular, Dwi Supranto, S.S., M.M mengemukakan, di dalam museum MPU Tantular seperti diketahui masih banyak tersimpan bermacam-macam koleksi dengan berbagai misterinya. Koleksi museum sendiri merupakan koleksi dari masa prasejarah hingga koleksi dari masa kini.
Kadisbudpar Jatim Sinarto, S.Kar, MM (kanan) membuka kegiatan secara virtual. Peserta (tengah). Plt UPT Museum Mpu Tantular Dwi Supranto,SS, MM (kiri) memberikan sambutan.
--------------------------------------------
“Mengacu pada visi museum, yaitu mewujudkan masyarakat yang cinta dan bangga terhadap budaya sendiri, serta misi museum yaitu mengoptimalkan tugas dan fungsi museum sebagai tempat wisata budaya secara komunikatif, produktif, inovatif, ekonomis, dan nyaman kepada masyarakat umum,” paparnya.
“Maka pengelola museum berupaya mengembangkan informasi koleksi dan berusaha menyebarluaskan informasi koleksi kepada masyarakat luas,” tambahnya.
Kegiatan seminar tentang “Hasil Kajian Koleksi Arkeologi Surya Stambha” ini menghadirkan para narasumber sebagai berikut : Dra. Endang Prasanti, M.M.
(Anggota TACB dan IAAI Jawa Timur) Dr. Blasius Suprapto, M.Hum (via zoom streaming) (dosen Universitas Negeri Malang), Moderator : Drs. Edi Irianto, M.M.
Adapun sasaran peserta seminar kali ini kita mengundang para komunitas sahabat pecinta museum, akademisi dan mahasiswa diantaranya Unesa, Unair, UIN Surabaya, Unej, UPN Surabaya, dan universitas lain yang ada di Jawa Timur. Jumlah peserta 50 orang secara tatap muka dengan penerapan protocol kesehatan era new normal dan virtual streaming.
Masuk Tahun 1979
Dra. Endang Prasanti, M.M, salahsatu pemateri pada seminar ini menyatakan bahwa Surya Stambha masuk ke koleksi Museum Mpu Tantular pada tanggal 20 Juli 1979 yang dibawa oleh seorang bernama Bapak Ahmad Hidarjani, berasal dari pulau Rote Nusa Tenggara Timur.
“Ukurannya 150 cm panjangnya lebar 30 cm, dibuat dari perunggu berbentuk mini, menarik sekali,” katanya.
Pengenalan pada suatu obyek melalui proses yang panjang, awalnya sebuah ornament mestinya menjadi sesuatu pendekorasi yang ada di suatu objek. Ketika bicara soal ornament, maka orang yang membuat ornament tersebut jelas sudah mengenal keindahan serta waktu senggang. Berarti kalau sudah mengenal waktu senggang dan keindahan maka sudah mulai muncul seni.
Dra. Endang Prasanti, MM menjelaskan Surya Stambha
-----------------------------------
“Manusia dahulu mengalami evolusi kehidupan dari zaman ke zaman. Mereka dahulunya juga berburu, kemudian bercocok tanam, hingga seiring berjalannya waktu mereka menemukan sebuah penemuan alat untuk memudahkan mereka dalam melakukan kehidupan sehari hari. Misalnya kapak untuk berburu bianatang dan juga untuk memudahkan mereka dalam bercocok tanam,” paparnya.
Alat kapak pada jaman dahulu masih sangat kasar karena memang masih sangat sederhana. Tidak multifungsi. Kemudian manusia zaman lanjutan baru mengetahui fungsi atau manfaat digunakannya alat menjadi lebih mengerucut. Seperti misalnya sesuatu yang lancip bisa untuk menguliti binatang.
Kemudian mereka mulai berpindah tempat tinggal di ceruk/ gua yang dangkal karena mereka sudah menyadari bahwa kekejaman alam dan binatang buas mengancam mereka. Mereka juga sudah mulai mengenal suatu kekuatan di gunung atau pohon besar yang dianggap memiliki kekuatan tertentu. Yang dianggap mereka sebagai gambaran nenek moyang mereka yaitu di masa cocok tanam. Pada masa ini juga sudah mulai dikenal adanya pembagian tanggung jawab.
Kemudian mereka mulai menyadari bahwa ada hubungan antara seseorang yang telah mati dengan sesorang yang masih hidup, yang mencikalbakali adanya ritual-ritual khusus kepada nenek moyang dengan tujuan memuji nenek moyang. Jadi kekuatan yang diberikan oleh nenek moyang melalui gunung, pohon besar ini menonjol pada masa megalitikum. (iz)