JATIMPOS.CO//SURABAYA- UPT Museum Mpu Tantular, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur menggelar peragaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) “Ayam Lodho dari Kabupaten Trenggalek”, Kamis (12/5/2022). Kegiatan diikuti 100 undangan hadir secara offline dengan menerapkan prokes covid-19 dan mengundang secara virtual live streaming.
“Ini untuk memasyarakatkan kuliner ayam lodho sebagai WBTB kepada khalayak luas dan museum memiliki koleksinya,” kata Kepala UPT Museum Negeri Mpu Tantular, Dra. Nina Rossana, Msi.
Selain itu untuk mengekspresikan dan menginformasikan nilai-nilai yang ada pada koleksi museum dalam bentuk memperagakan proses dan teknis pembuatan ayam lodho dengan menggunakan berbagai peralatan memasak secara tradisional.
Kepala Disbudpar Jatim Sinarto S.Kar, MM menyatakan, tahun 2021, sebanyak 298 item dari seluruh Indonesia telah terdaftar menjadi warisan budaya tak benda yang wajib dijaga dan dilestarikan di Indonesia.
“Hingga saat ini ada 9 WBTB kulier yang berasal dari Jatim dan salah satunya adalah masakan atau kuliner ayam Lodho yang disajikan pada hari ini,” kata Kadisbudpar Jatim dalam amanat yang disampaikan Kepala UPT Museum Negeri Mpu Tantular, Dra. Nina Rossana, Msi.
Dari Kerajaan Majapahit
Pemateri peragaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) “Ayam Lodho dari Kabupaten Trenggalek” di Museum Mpu Tantular adalah Ayub Nualak (Perwakilan Ayam Lodho) menyatakan, jaman dahulu, Lodho menjadi salah satu menu masakan yang disajikan di kerajaan Majapahit yang saat ini telah dapat kita nikmati di rumah makan.
“Salah satu mahasiswa yang pernah melalukan penelitian tentang ayam lodho menemukan fakta sejarah bahwa dalam serat chentini, saat putri dari kerajaan Surakarta berkunjung ke Majapahit disitu disuguhi Lodho, maka disitulah nama Lodho awal Muncul. Dari situ kemudian berkembanglan Lodho menjadi hidangan selametan, bancaan. Karena Majapahit pernah menguasai Nusantara, maka menu Lodho ini telah terkenal di nusantara,” ujarnya.
Menu lodho terdiri dari ayam, nasi, urap-urap dan kuah santan. Lodho ini menggunakan ayam bakar kampung yang dimasak dengan santan dan disajikan dengan nasi gurih atau nasi uduk.
Tahun 1987, pak Yusuf (pelopor penjual Lodho Pak Yusuf) mulai memperjual belikan hidangan ini kepada masyarakat. Dan mulai saat itu banyak sekali penjual yang juga turut serta menjual olahan ayam lodho khususnya di daerah Mataraman.
Awalnya Pak Yusuf membuka warung lodho di rumahnya, Pogalan Trenggalek. Pada awalnya beliau menjual berbagai menu sederhana seperti bothok, sumpil (Sejenis lontong sayur) dan tahu lontong khas Trenggalek. Kemudian pak Yusuf melihat ada peluang dalam penjualan lodho ini, maka menu lodho kemudian dijual di warung pak Yusuf.
Saat ini warung lodho pak Yusuf menyediakan 100 ekor ayam perharinya, dan bahkan mencapai 300 ekor disaat waktu tertentu. Selain menyediakan untuk dikonsumsi ditempat, lodho ini juga dapat dijadikan sebagai oleh oleh khas Trenggalek, maka market inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh warung untuk terus melebarkan penjualan. Saat ini sudah membuka cabang di Kediri, Tulungagung, Ponorogo, Blitar dan Jember.
Salah satu upaya yang cukup mudah untuk mengenalkan lodho yakni dengan menyediakan menu lodho di setiap kegiatan yang ada, dengan begitu akan sangat mudah mempopulerkan lodho ke masyarakat luas. “Kalau kita bersama tidak mempopulerkan kuliner ini, sangat eman-eman (disayangkan) karena kuliner inilah yang akan menjadi ikon Jawa timur dan Indonesia,” pungkasnya. (iz)