JATIMPOS.CO//SURABAYA- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim menggelar Focus Group Discussion (FGD) Kajian Literasi Singhasari Tahun 2022 di The Alianta Hotel Malang, Rabu dan Kamis (18-19 Mei 2022).

“Kajian materi ini cukup menarik karena akhir-akhir ini nama nusantara kembali mencuat setelah pemerintah secara resmi menami calon ibu kota negara (IKN) dengan nama Nusantara,” kata Kadisbudpar Jatim, Sinarto, S.Kar, MM dalam amanat pembukaan kegiatan yang disampaikan Kabid Cagar Budaya dan Sejarah, Dwi Supranto, SS, MM.

Dipilihnya Nusantara karena nama tersebut dianggap menginterpretasikan Indonesia karena menggambarkan konseptual sebuah negara yang mana konstituennya adalah pulau-pulau yang disatukan oleh lautan. Menurut KBBI Nusantara merupakan sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia.

“Terlepas dari adanya pro kontra perihal pemberian nama nusantara sebagai nama calon ibu kota negara yang baru pengganti Jakarta tersebut, menarik untuk dibahas lebih lanjut bahwa istilah Nusantara serta usaha untuk mempersatukan pulau-pulau di Nusantara dalam sebuah kesatuan politik ternyata itu semua telah digagas oleh Kerajaan Singhasari,” ujarnya.

Peserta kegiatan terdiri dari akademisi, komunitas, pelestari vagar budaya dan sejarah, MGMP sejarah wilayah Malang Raya, TACB Provinsi Jatim dan Kota Malang, instansi terkait wilayah Malang Raya sejumlah 40 orang.

“Kegiatan ini sebagai Upaya Menggali Sejarah Singhasari Berdasarkan Sumber Lisan, Tulisan Dan Visual. Sebagai upaya meningkatkan potensi nilai, informasi dan promosi tinggalan Singosari dan sebagai bagian dari penguatan narasi sejarah budaya dalam pengembangan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Singhasari,” kata Dwi Supranto.

Gagas Persatuan
Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1177 saka atau 1255 masehi dari kerajaan Singhasari menjadi bukti tertulis tertua yang menyebut istilah Nusantara. Beberapa prasasti lain dari masa Singhasari juga menyebut kata Nusantara.

“Pada masa Nusantara tidak hanya sebatas nama atau sebutan untuk pulau-pulau diluar Jawa, namun juga tujuan politik dari Raja Kertanegara dan kerajaan Singhasari yang diwujdukan melalui ekspedisi Pamalayu dan konsep Cakrawala Mandala Dwipantara,” ujarnya.

Gagasan untuk menyatukan nusantara dalam sebuah kesatuan merupakan salah satu warisan penting dari kerajaan Singhasari. Konsep itu pula yang kemudian menginspirasi Mahapatih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Pallapa untuk mempersatukan nusantara.

“Memang tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini eksistensi kerajaan Singhasari masih sedikit remang-remang tertutup oleh gemerlapnya kebesaran Kerajaan Majapahit yang telah banyak digaungkan kepada khalayak umum. Namun jika ditarik benang merah, sebenarnya Majapahit merupakan penerus dari Sighasari. Tidak hanya penerus secara garis keturunan, namun juga meneruskan berbagai konsep dan tatanan yang telah di gagas sejak era Singhasari,” paparnya.

Konsep kebhinekaan yang merupakan warisan berharga dari Majapahit dan menjadi dasar negara Indonesia saat ini juga sudah mulai digagas sejak era Singhasari. Pada masa pemerintahan Kertanegara terdapat usaha untuk mempertemukan atau membaurkan agama Siwa dan agama Buddha dalam wujud sebuah candi yaitu candi Singhasari yang letaknya tidak jauh dari Kota Malang.

“Sifat Siwa Buddha pada candi Singhasari diperlihatkan oleh Karakteristik struktur candi yang memiliki dua bilik candi atau garbhagrha untuk memperlihaykan pembauran Buddha Tantrayana dan Siwa Bhairawa Kertanegara telah mendirikan dua candi bersifat Siwa-Buddha yaitu candi Jawi dan Candi Singhasari,” ujarnya. (iz)