JATIMPOS.CO//MALANG- Untuk meningkatan kapasitas usaha homestay yang sesuai dengan standart yang nantinya dapat bersaing di pasar global, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim melalui Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Usaha Homestay di Desa Wisata Jawa Timur Tahun 2022.

Kegiatan berlangsung Senin sampai Rabu (23 - 25 Mei 2022) di The Aliante Hotel & Convention Centre Jl. Aris Munandar No 41-45 Kota Malang.

“Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi SDM / tenaga kerja pengelola usaha homestay di Desa Wisata Jawa Timur dengan memberikan pelatihan dibidang higine dan sanitasi homestay, digital marketing homestay, peran usaha homestay dalam mendukung desa wisata, hospitality dan pengetahuan tata graha serta praktek making bed yang disampaikan oleh narasumber dari akademisi dan praktisi yang kompeten,” ujar Ketua Panitia Penyelenggara, Hariyanto, S. Sos., MM. yang juga Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Disbudpar Jatim.

Peserta yang mengikuti kegiatan meliputi tenaga kerja/pengelola usaha homestay di Desa Wisata yang berada di wilayah : Kab. Blitar, Kab. Sumenep, Kab. Trenggalek, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, Kab. Malang dan Kab. Pasuruan serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terkait dengan jumlah peserta 50 (lima puluh) orang.

Kadisbudpar Jatim, Sinarto, S.Kar, MM dalam amanat yang disampaikan Hariyanto, S.Sos, MM mengemukakan, dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Standart Usaha Pondok Wisata.

Yang dimaksud dengan homestay atau pondok wisata adalah penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan / tamunya untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari bersama pemiliknya.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan terdapat tiga hal penting dari konsep homestay yaitu antara lain : Penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang masih dihuni pemiliknya. Bangunan rumah dimanfaatkan hanya sebagian untuk disewa. Adanya interaksi antara tuan rumah (induk semang) dan tamu (wisatawan) untuk dapat terlibat dalam aktivitas keseharian / belajar budaya tertentu.

“Dengan meningkatnya permintaan pasar, khususnya pasar eropa yang senang mencari lokasi degan budaya yang unik, asli dan masih asri, maka konsep homestay dapat menjadi jawabannya,” ujar Kadisbudpar Jatim.

Bagi masyarakat yang tinggal di desa wisata, pengembangan homestay juga berarti merawat rumah sendiri. Rumah yang terawat, baik dari sisi ketahanan struktur kebersihan dan kenyamanannya akan disukai tamu / wisatawan dan satu rumah maksimal 5 (lima) kamar yang dapat disewakan.

“Dapat diartikan juga bahwa pengembangan homestay sejalan dengan pendekatan community based tourism (pariwisata berbasis masyarakat), dimana masyarakat mendapat kesempatan untuk memiliki, mengoperasikan dan menerima hasil / manfaat dari pengelolaan asetnya,” ujarnya. (iz)