JATIMPOS.CO/KABUPATEN MOJOKERTO - Tradisi Ruwat Agung Petirtaan kembali digelar di Petirtaan Jolotundo atau Candi Jolotundo yang diperkirakan dibangun pada abad ke-10 Masehi oleh Raja Udayana dari Bali, di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Rabu (3/8/2022).

Dengan dihadiri oleh Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati yang didampingi oleh Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al-Barra, acara Ruwat Agung Petirtaan dibuka dengan tarian Mayang Rontek khas Mojokerto.

Dalam sambutan dan arahannya, Ikfina menjelaskan bahwa kegiatan Ruwat Agung Partirtan Jolotundo ini tidak hanya sekadar kegiatan rutin adat istiadat dan budaya, akan tetapi dapat dimaknai sebagai upaya untuk menghargai segala yang sudah dilakukan oleh para leluhur atau para pendahulu.

"Tentunya, kita nanti akan bersama-sama berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, mudah-mudahan semua yang sudah dilakukan oleh para leluhur kita merupakan suatu kebaikan dan kemudian kita bersama-sama bisa menikmatinya, kita bisa warisi dengan baik, dan kita jaga dengan baik," jelasnya.

Lebih lanjut, Ikfina juga berharap, agar para penerus dari para leluhur dapat diberikan hidayah dan kekuatan untuk bisa melanjutkan kebaikan yang sudah dilakukan oleh para leluhur.

"Mudah-mudahan kita bisa menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya di tempat kita masing-masing, di posisi kita masing-masing dan sesuai dengan kewenangan kita masing-masing," harapnya.

Selain itu, Ikfina juga bersyukur, diberikan anugerah Petirtaan Jolotundo dengan banyak mata air di gunung Penanggungan yang menjadi sumber kehidupan di sekitaran wilayah Pertitaan Jolotundo.

"Untuk menjaga melestarikan semuanya, kegiatan yang dilaksanakan sebagai simbol bahwa kita ini komitmen secara bergotong royong bersama-sama menjaga melestarikan Pertitaan Jolotundo ini," jelasnya.

Masih Ikfina, Ia juga berharap dapat menjaga dan melestarikan semua mata air yang ada khususnya di Gunung Pawitra Penanggungan ini. Selain itu kedepannya Ruwat Agung Partirtan Jolotundo ini juga bisa menjadi upaya pelestarian adat istiadat dan budaya dan juga berhubungan kepada upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Mojokerto.

"Ini suatu hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena Ini satu sama lain saling mendukung seperti itu," pungkasnya.

Sementara itu, Wabup Mojokerto Muhamad Al Barra pada wartawan mengatakan, ruwatan ini tadi di ambil 33 sumber mata air yang ada di seluruh lereng Gunung Penanggungan. Di jadikan satu dalam gentong tadi, kemudian  berdoa bersama. Air dari 33 sumber itulah yang biasanya menjadi rebutan masyarakat.

”Prosesi ini merupakan refleksi rasa syukur  kepada Alloh SWT, atas limpahan air yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat,“ tuturnya. (din)