JATIMPOS.CO//SIDOARJO- Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang koleksi museum, mendapatkan informasi dan sharing mengenai sejarah dan makna prasasti sukun, maka UPT Museum Mpu Tantular menggelar  Seminar Hasil Kajian Koleksi Arkeolog “ Prasasti Sukun”, di Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Kamis (22/9/2022).

 “Selain itu untuk meningkatkan apresiasi masyarakat dan generasi muda terhadap museum sebagai tempat studi  dan rekreasi,” ujar Ka UPT Museum Mpu Tantular,  Dra. Nina Rossana, M.Si.

Dua  narasumber dari akademisi dan non akademisi, hadir pada kesempatan itu, yakni Drs. Ismail Lutfi, M.A, Arkeolog Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri dan  Goenawan A. Sambodo dari Komunitas Tapak Jejak Kerajaan.

Tahun 1083 Caka
Salahsatu  narasumber pada Seminar tersebut   Goenawan A. Sambodo menyatakan, catatan penelitian penemuan prasasti sukun ini belum banyak di lakukan. Hanya diketahui kurang begitu jelas karna hanya dibeli dari sebuah toko barang antik di Malang,” kata Goenawan.

 “Beberapa tahun yang lalu ditemukan sebuah lempengan bagian dari prasasti yang kemudian saya baca, ini adalah sebuah temuan baru yang sangat tidak diduga bahwa benda itu ada di toko barang loak dan dihargai sangat murah,” ujarnya.

Disebutkan, pertama kali ditemukan berbentuk lempengan ini berukuran 23 x 75 cm dan sudah di inventaris oleh museum Indonesia. Lempengen ini merupakan patahan-patahan
.
Sementara itu Plt Kadisbudpar Jatim Sinarto, S.Kar, MM mengemukakan, agaknya semua kehidupan bangsa Indonesia ataupun juga di negara lain itu butuh literature bacaan untuk mengingatkan bahwa dulu sudah ada kemajuan, sudah ada ketidak majuan, sudah ada banyak masalah yang bisa jadi Tuhan memutar kehidupan itu semua untuk saling bisa kita pahamkan.  

Menurut Sinarto, koleksi arkeologi yang dikaji khususnya prasasti sukun berasal dari saudara Basuki Malang yang ditemukan pada tahun 1970-an dan menjadi koleksi museum pada tanggal 14 Juli 1990 terdiri dari 7 lempeng berangka tahun 1083 caka (1161 M).

“Antara lain berisi tentang Raja Sri Jayamerta yang mendengar ketaatan penduduk desa Sukun yang telah berusaha dengan sekuat tenaga dan menjadi pemimpin dalam membela Sri Maharaja dengan memerangi musuh bebuyutan. Oleh karena itu turunlah perintah raja untuk memberikan hak-hak istimewa kepada raja Sukun,” ujar Sinarto.

Prasasti pada masaya berfngsi sebagai dokumen resmi yang dikeluarkan oleh penguasa atau pejabat tinggi yang mempunyai kekuatan hukum sehingga kebenarannya dapat dipercaya. Dengan penemuan prasasti menandai berakhirnya jaman prasejarah.

“Setelah hasil kajian ini di publish, lalu misalnya apakah para guru yang hadir dalam kesmpatan ini kemudian akan menjelaskan ke pada muridnya?” Tanya Plt Kadisbudpar Jatim.

Hal ini perlu ditindaklanjuti untuk kemudian dipelajari dan disebar luaskan ke khalayak, misalnya dengan media sosial sehingga menarik perhatian dan penasaran masyarakat yang mengakibatkan masyarakat kemudian datang ke museum. Dengan narasi yang bagus dan narrator yang bagus sehingga masyarakat akan lebih tertarik.

“Museum juga kita dorong untuk bisa mengangkat tidak sekedar melihat kedalam tapi juga keluar. Ayo kita kenali bagaimana kecerdasan orang terdahulu dalam membuat wayang, masakan lodho. Kita sebenarnya perlu memiliki museum kuliner, mungkin pada saat jaman perang majapahit ada makanan apa tapi kita tidak pernah berpikir bahwa kombinasi bumbu itu menjadikan kita hidup lebih sehat dan menjadi lebih kuat,” kata Sinarto. (iz)

TERPOPULER

  • Minggu Ini

  • Bulan Ini

  • Semua