JATIMPOS.CO/SURABAYA - Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Timur telah dinyatakan terverifikasi faktual oleh Dewan Pers.
Verifikasi faktual ini langsung dihadiri Ketua Dewan Pers, Prof Dr M. Nuh dan Komisioner Dewan Pers, Agus Sudibyo, Ketua JMSI Pusat Teguh Santosa di Kantor JMSI Jatim di Surabaya, Senin (8/3).
Kepada para pengurus JMSI Jatim M. Nuh mengatakan ada tiga yang perlu dicermati bagi insan jurnalis siber.
"Selain administrasi, saya mencatat ada tiga hal yang perlu dicermati bagi JMSI jika masuk dalam dunia siber. Pertama, JMSI diminta kuasai digital culture. Substansi siber seperti apa. Ada dua hal yakni physical space dan siber space. Di sini kita melakukan migrasi," jelas Nuh.
Ditambahkan Nuh, saat ini masyarakat tidak bisa membedakan mana media siber dan mana media sosial (Medsos).
"Ini yang harus dijelaskan ke masyarakat. Mana yang riil (siber) dan mna imajiner (Medsos)," terangnya.
Salah satu hal yang dikhawatirkan Nuh dengan berkembangnya media siber adalah terjadinya ubiquitous.
"Media siber punya resiko tinggi, yakni terjadi ubiquitous. Jika terjadi kesalahan maka (kesalahan) ini bisa lari kemana-mana. Sebab ubiquitous ini karakteristiknya lintas wilayah. Tidak terikat waktu. Kesalahan ini yang kemudian menjadi hoax," kata Nuh.
Karena itu, Nuh berpesan pada JMSI sebagai konstituen Dewan Pers untuk menjaga kehati-hatian dalam menyampaikan informasi.
"Saya titip extra prudent dan extra hati-hati. Terutama dalam mengendalikan kualitas konten agar tidak menjadi kontra," pesan Nuh.
Kedua, di era media siber sekarang ini setiap orang bisa mengupload sebuah berita. Karenanya, lanjut Nuh, kekuatan media siber ada di personal junalistik.
"Kalau dulu media cetak tersentralize di redaksi, sekarang media siber langsung cepat terdistribusikan. Sesuatu yang terdistribusi harus ada kepastian. Karena itu pastikan kualitas kawan-kawan jurnalis di JMSI bagus dan menghindari berita-berita hoax," tegasnya.
Pesan ketiga Nuh, jurnalisme yang baik harus tetap menjadi pegangan JMSI.
"Kita tidak mau ikuti pola Medsos yang mengambil kecepatan. Boleh ambil cepet tapi harus jujur. Para insan pers punya konsekuensi, demikian pula Dewan Pers. Intinya, jangan nambahi perkoro. Ini sifatnya reminding saja. Kalau JMSI masuk wilayah siber maka harus kuasai karakteristiknya. Karena itu JMSI siapkan agenda pelatihan untuk upgrading," tandasnya.
Sementara itu Ketua Umum JMSI Pusat, Teguh Santosa menyampaikan terima kasih pada M. Nuh yang telah bersedia meluangkan waktu untuk hadir pada verifikasi faktual JMSI Jatim.
"Ini kehormatan JMSI ketemu Pak Nuh. Seperti diketahui JMSI sangat serius memperhatikan digital culture," jelas Teguh.
Ditambahkan Teguh, JMSI yang memiliki jumlah keanggotaan di seluruh Indonesia, berusaha untuk menciptakan pemberitaan tidak hanya kecepatan tapi juga akurasi.
Namun yang disayangkan Teguh, publik belum bisa membedakan mana media siber dan Medsos. Karena itu masyarakat perlu diberi pemahaman terkait hal ini.
Di tempat yang sama, Ketua JMSI Jatim, Eko Pamuji mengatakan JMSI Jatim telah memiliki anggota yang kredibel. Menurutnya, semua media yang tergabung dalam JMSI Jatim rata-rata telah terverifikasi faktual di Dewan Pers.
"Anggota JMSI tidak banyak Tapi kita memiliki anggota yang kredibel. Semua media yang tergabung di JMSI Jatim sudah berbadan hukum dan beberapa sudah terverifikasi faktual. Namun bagi media yang belum terverifikasi, JMSI siap bantu untuk verifikasi sekaligus mendaftar di Dewan Pers," katanya.
Eko juga mengatakan, sebelum JMSI Jatim lolos verifikasi faktual, pihaknya sudah menjalankan kode etik jurnalistik yang ada.
"Kita selalu menjaga konten-konten dengan baik. Kita juga tidak mau gadaikan trust untuk berita-berita yang tidak layak. Semoga verifikasi faktual JMSI Jatim menjadi semangat kami untuk media siber yang dipercaya masyarakat," tutupnya. (*/Red)