JATIMPOS.CO/SIDOARJO - Tak puas dengan layanan Rumah Sakit Bunda, yang beralamatkan di Jalan Raya Kundi, Desa Kepuhkiriman, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sri Sumartini, warga Desa Pranti, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, mengadu ke Komisi D DPRD Sidoarjo. Kamis (13/4/2023).

Sri Sumartini menceritakan kejadian atas dugaan penelantaran, pasien, pada tanggal (8/3/2023) lalu. Saat itu ayah Sri Sumartini, bernama Teguh (alm) diantar ke ruang IGD Rumah Sakit Bunda Waru, sekitar pukul 23.15 WIB.

Sementara menurut keluarga korban, Rumah Sakit tersebut berjarak paling dekat dengan kediaman keluarga Sri Sumartini. Sebelumnya, pasien mengeluh sakit karena habis minum obat yang kemudian beberapa waktu minum kopi.

“Saat tiba di rumah sakit, ayah saya tidak langsung mendapatkan pelayanan medis dari petugas. Malah disuruh berada di luar ruang IGD. Padahal di ruang IGD RS itu kosong mas, tapi nggak tahu sama petugas jaga, orang tua saya tidak boleh masuk ruang IGD,” Ujar Sri saat dikonfirmasi.

Selain itu, usai disuntik sama dokter jaga, dia bilang, bapaknya dibawa pulang saja Bu, rawat jalan. Kemudian sontak saya langsung naik pitam. "Wong kondisinya masih lemas gitu kok disuruh bawa pulang, saya ini orang awam,” terang Sri.

Ia menambahkan, setelah itu saya tinggal mengurus administrasi. Lalu saya mendatangi petugas, tiba-tiba saya dikasih resep dan Ayah saya masih di luar IGD.

Terkejut, saya langsung melihat kalau ayah saya sudah tidak bernafas, lalu baru petugas jaga membawa masuk orang tua saya ke dalam ruang IGD. "Beberapa saat setelah itu, orang tua saya dinyatakan meninggal dunia, karena serangan jantung,” paparnya.

“Padahal jelas-jelas ayah saya belum ada uji laboratorium darah dan penanganan yang lain, kok dinyatakan kena serangan jantung,” keluhnya.

“Bahkan saya minta resume medisnya tidak dikasih," ucap Sri.

Atas pelayanan di RS Bunda tersebut, keluarga pasien tidak terima, dan bersurat ke komisi D DPRD Sidoarjo, hingga ada pertemuan Rabu (12/4/2023).

Atas dasar surat masuk dari warga pasien RS Bunda, Komisi D memanggil semua pihak untuk hearing di ruang rapat kantor DPRD setempat.

Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Abdilah Nasih, memimpin langsung hearing antara keluarga pasien, dan pihak RS Bunda, dengan mengundang perwakilan Dinas Kesehatan Sidoarjo dan IDI Sidoarjo. Namun pihak Rumah Sakit Bunda tidak hadir dengan alasan sakit.

Di dalam forum, pimpinan rapat usai mendengarkan cerita kronologi terjadinya polemik itu dari pihak keluarga, setelah itu pimpinan rapat memberikan waktu pada perwakilan dari Desa Pranti, dalam hal ini diwakili oleh Kades Pranti, Eko Purnomo.

Selaku saksi di lapangan, Kepala Desa Pranti, Eko Purnomo menyayangkan buruknya pelayanan di RS Bunda, setelah peristiwa itu, pihak rumah sakit memang sempat mengklarifikasi dengan Dinkes Sidoarjo, namun tidak mengundang dari pihak keluarga.

“Menurut kami, penanganan pada pasien yang dilakukan oleh RS Bunda, masih kurang baik, kami menilai, transparansinya pada keluarga pasien masih kurang, buktinya kami meminta resume medis aja tidak dikasih, keluarga pasien bersurat ke Komisi D ini agar tidak terjadi di RS swasta lainnya,” tegas Pak Eko.

Selaku saksi di lapangan, Kepala Desa Pranti, Eko Purnomo menyayangkan buruknya pelayanan di RS Bunda, setelah peristiwa itu, pihak rumah sakit memang sempat mengklarifikasi dengan Dinkes Sidoarjo, namun tidak mengundang dari pihak keluarga.

“Menurut kami, penanganan pada pasien yang dilakukan oleh RS Bunda, masih kurang baik, kami menilai, transparansinya pada keluarga pasien masih kurang, buktinya kami meminta resume medis aja tidak dikasih, keluarga pasien bersurat ke Komisi D ini agar tidak terjadi di RS swasta lainnya,” tegas Pak Eko.

dr. Danang, perwakilan dari Dinkes Sidoarjo mengatakan, kalau Dinas kesehatan Sidoarjo mengetahui kasus ini dari pemberitaan media online, seketika itu Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo, mendatangi pihak Rumah Sakit, apakah petugas yang ada sudah mengantongi sertifikat kompetensi penanganan pasien, dan standar operasional prosedur yang lain.

“Berdasarkan keterangan dari pihak Rumah Sakit, semua petugasnya sudah memenuhi kelayakan penanganan, SOP nya pun sudah sesuai,” terang dr. Danang, perwakilan Dinkes Sidoarjo, saat hearing.

“Terkait polemik ini, kami dari Dinkes menyarankan kepada pihak Rumah Sakit agar sowan ke pihak keluarga pasien, untuk duduk bersama agar mendapatkan jalan keluar secara kekeluargaan,”katanya.

Disinggung soal indeks pelayanan, dr.Danang mengatakan,” kami akan segera melayangkan surat peringatan kepada Rumah Sakit Bunda, terkait indeks pelayanan pasien yang masih rendah,” ujar dr. Danang.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Sidoarjo, dr. Nugroho mengatakan kalau IDI Sidoarjo, baru tahu saat ada undangan hearing dari komisi D DPRD Sidoarjo.

“Mengenai pelayanan di Rumah Sakit, IDI tidak punya otoritas terlalu mendalam, yang punya wewenang adalah komite medis dan Direktur RS,”ujarnya.

dr.Nugroho juga menjelaskan kalau dokter yang berdinas di Sidoarjo, harus ada surat rekomendasi dari IDI cabang Sidoarjo.

“Apakah dokter yang berdinas di klinik, di RS umum atau Swasta itu sudah mengantongi sertifikat kompetensi dan lainnya, kami akan verifikasi terlebih dahulu, baru kalau sudah dinyatakan layak, kami akan buatkan surat rekomendasi ke tempat tugasnya,”tegasnya.

“Kalau yang bersangkutan itu ada pelanggaran kode etik, kami bisa berikan sangsi,”tegasnya.

Karena pada saat hearing pihak Rumah Sakit Bunda tidak hadir, Ketua komisi D DPRD Sidoarjo, akan segera memanggil untuk memberikan jawaban yang sebenarnya.

“Kami segera memanggil Dirut RS Bunda, agar masalah ini tidak berlarut-larut. Seharusnya pihak pihak RS swasta ikut mendukung program Pemerintah Daerah dalam hal pelayanan kepada masyarakat, apalagi ini menyangkut nyawa manusia. Agar tidak terjadi pada warga yang lain, kami akan panggil semua RS Swasta yang ada di Sidoarjo agar melakukan pelayanan terbaik pada masyarakat,”pungkasnya. (zal).