JATIMPOS.CO/KABUPATEN JEMBER - Kebijakan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengajukan koreksi terhadap nominal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) membuat ribuan masyarakat antusias mengajukan koreksi tersebut.

Selain persyaratan yang cukup mudah, Bapenda juga memfasilitasi masyarakat terkait pengajuan PBB, baik pengajuan pembatalan maupun pengajuan pengurangan nominal PBB.

Berdasarkan data hingga Jumat (12/7/2024), Bapenda Jember menerima total 1.018 pengajuan keberatan, pengurangan, dan pembatalan. Dari jumlah itu, 1.009 pengajuan atau 99,11 persen diterima. Sebanyak 722 pengajuan keberatan dari warga seluruhnya diterima, begitu juga 268 pengajuan pembatalan. Dari 28 pengajuan pengurangan nominal PBB, 19 pengajuan diterima oleh Bapenda.

Kesempatan pengajuan koreksi PBB dilakukan oleh Bapenda menyusul pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 yang berkonsekuensi pada penyesuaian NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan mengakibatkan perubahan nominal pajak dibanding tahun sebelumnya. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan formulasi perhitungan sesuai undang-undang terbaru.

“Ada tiga rumus perhitungan PBB, yakni NJOP, tarif, dan NJKP (Nilai Jual Kena Pajak),” kata Pelaksana Tugas Kepala Bapenda Jember, Hendra Surya Putra, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (12/7/2024).

“NJOP dibentuk berdasarkan survei rata-rata harga pasar yang dilakukan konsultan jasa penilai publik pada 2022. Sudah muncul rekomendasi, tapi kami tidak terapkan seratus persen. Kami terapkan sekitar 50-60 persen,” tambahnya.

Adanya komponen NJKP membuat tidak semua objek kepemilikan dikenakan pajak. Perhitungan tarifnya pun dalam perda terbaru ini tidak pukul rata. Ada tiga tarif, yakni 0,11 persen untuk NJOP di bawah Rp 1 miliar, 0,205 persen di atas Rp 1 miliar, dan 0,075 persen untuk pertanian dan peternakan. Tarif terakhir ini bisa dimanfaatkan petani dan peternak agar nominal PBB lebih murah.

“Hanya 40 persen, maksimal 60 persen, dari NJOP yang dihitung. Kalau perda yang dulu, PBB dihitung dari total NJOP. Nominal PBB yang dibayarkan adalah hasil perkalian dari NJOP dikalikan NJKP dikalikan 0,075 persen. Misalkan NJOP-nya Rp 1 miliar, maka dikalikan NJKP yang katakanlah 40 persen. Ketemu Rp 400 juta, masih dikalikan 0,075 persen untuk tanah sawah dan peternakan. Ketemu berapa, nominal itu yang kemudian harus dibayar sebagai PBB,” ulas Hendra.

Pemberlakuan kebijakan kalkulasi PBB untuk pertanian-peternakan ini, menurut Hendra, untuk menjaga lahan pertanian di Jember. Masalahnya, tidak semua sawah tercatat sebagai sawah atau peternakan di data milik Bapenda Jember.

“Biar pangan dan peternakan terjaga, sehingga biaya produksinya tidak tinggi. Tanah yang seharusnya digunakan untuk pertanian tapi tidak dilaporkan sebagai tanah pertanian dengan luasan di atas tiga ribu meter persegi, terguncang (syok). Kalau dikenakan tarif tidak semestinya, nominalnya naik agak drastis,” imbuhnya menjelaskan.

Hendra mempersilakan warga pemilik lahan sawah untuk mengoreksi nominal PBB jika memang dinilai tidak tepat. “Kami akan koreksi, karena memang banyak lahan sawah yang tidak terlaporkan sebagai sawah,” ungkap Hendra.

Pengajuan koreksi ini gratis. Warga tidak perlu membayar sepeser pun kepada petugas Bapenda. “Wajib pajak bisa mengajukan keberatan. Persyaratannya hanya bawa KTP, SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), dan mengisi blangko permohonan. Disampaikan di situ bahwa lahan saya sawah, seharusnya tarifnya paling murah. Paling cepat satu minggu, paling lama dua minggu, sudah selesai,” ungkap Hendra.

Jika warga telanjur membayar PBB melebihi dari yang seharusnya, Hendra menegaskan, bisa dikompensasi. “Misalkan dia punya tagihan lain bisa dikompensasikan ke sana, seperti pajak di tahun berikutnya,” katanya.

Bagaimana dengan warga yang memiliki tunggakan PBB sebelum 2024? “Kalau PBB tahun sebelumnya hanya tercatat keterangan belum dibayar. Nanti wajib pajak bisa membayar mengangsur. Cuma kalau ada keperluan balik nama harus dilunasi, karena kami khawatir wajib pajak yang baru tidak berkenan membayar,” kata Hendra.(ari)