JATIMPOS.CO/SURABAYA – Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, hanya kalimat itu yang bisa mengantarkan kepergian seorang wartawan senior yang cukup dikenal banyak kalangan, Abu Bakar Yarbo. Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Unair Surabaya pada Jumat, 19/2/2021 sekitar pukul 19.10 WIB.
Tak ada yang menyangka Abu akan pergi secepat itu, sebab selama ini ia tampak sehat-sehat saja. Ia mengalami sakit dan terpapar Covid-19 saat kepulangannya dari Jayapura, Papua pada 6 Februari 2021.
Kepergiannya ke Papua untuk meninjau kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-20 yang rencananya dihelat tahun 2021 ini. Abu memang merupakan salah seorang pengurus di KONI Jatim. Karena itu ia bersama pengurus lainnya ikut mendampingi Ketua KONI Jatim Erlanga Satriagung.
Seluruh pengurus KONI Jatim yang berjumlah 7 orang dinyatakan terpapar Covid-19 sepulang dari Papua itu. Beberapa diantaranya dirawat di rumah sakit, namun ada juga yang melakukan isolasi mandiri karena status OTG (orang tanpa gejala).
Diantara pengurus itu, Abu-lah yang terparah, dan akhirnya harus dirawat di RS Unair Surabaya. Awalnya tampak biasa-biasa saja, namun dari hari ke hari kondisi fisiknya terus menurun, sampai akhirnya masuk ruang ICU (Intensive Care Unit). Inilah ruangan untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat.
Rupanya, Abu memiliki penyakit penyerta yang biasa disebut komorbid. Konon, ia memiliki hipertensi dan asam lambung. Bahkan, terakhir tensinya mencapai 165/90.
Kondisi fisiknya yang terus menurun sampai akhirnya ia harus menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat malam (19/2/2021) sekitar pukul 19.10. Semula rencana dimakamkan di Keputih yang merupakan pemakaman khusus pasien covid. Namun berkat upaya keluarga, akhirnya bisa dimakamkan di dekat rumahnya sekitar Magersari, Sidoarjo. Tepatnya di belakang Masjid Agung Sidoarjo, Jumat malam itu juga.
Kenangan
Mengingat kenangan bersama Abu Bakar Yarbo, tentu banyak sekali. Pria kelahiran Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, 12 Oktober 1962 itu, berteman dengan saya sejak pertama kali masuk Surabaya tahun 1991.
Bagi saya, Abu bukan sekadar teman tapi sudah seperti saudara sendiri. Kebetulan kami sama-sama jadi wartawan di Harian Memorandum. Kami memang sama-sama dipanggil bekerja oleh sang pemilik koran Almarhum Agil H. Ali. Seperti diketahui, Agil juga merupakan orang Tondano, Sulawesi Utara. Tak heran jika di Meorandum banyak orang Sulawesi, yang rata-rata kerabat dari Almarhum Agil.
Singkat cerita, Abu datang ke Surabaya sekitar 1987, dan saya menyusul tahun 1991. Kami sama-sama kost di Jl. Rembang –sekitar Jl. Demak—Surabaya.
Sekitar dua tahunan kemudian barulah kami sama-sama pindah rumah, karena sudah berkeluarga. Meski demikian di kantor kami tetap akrab dan selalu bersama. Bahkan, ketika saya memutuskan untuk resign dari Memorandum sekitar tahun 2000, hubunganku dengan Abu tetap akrab.
Sampai akhirnya ia pun resign dari Memorandum, dan akhirnya membuat majalah bulanan bernama Pro-M sekitar tahun 2012. Saya pun diminta bergabung setahun berikutnya.
Pada Desember 2020 kemarin ia sempat mengatakan, bahwa mungkin ini merupakan edisi terakhir. Ia mengaku tak mampu lagi melanjutkan karena kondisi keuangan yang makin sulit. Akibat pandemi Covid-19 memang banyak media cetak bertumbangan.
Semula ia berencana menggantinya dengan media online Pro-M. Tapi memasuki Januari 2021 Abu berubah pikiran. Ia mengatakan bahwa media online-nya gak jadi. Ia akan coba kuat-kuatkan untuk tetap cetak. Sampai akhirnya Pro-M edisi Januari 2021 pun dicetak sebelum ia berangkat ke Papua.
Namun, hingga majalahnya jadi, ia tak sempat lagi ke kantor untuk melihatnya karena harus masuk rumah sakit. Saya baru sadar, ternyata “edisi terakhir” yang dimaksud adalah firasat kepergiannya untuk salama-lamanya. Selamat jalan Pak Abu, semoga engkau tenang di alam baqa. (yus)