JATIMPOS.CO/LAMONGAN – Peringati Hari Tani, ratusan aktivis mahasiswa di Lamongan menggelar aksi demontrasi atau unjuk rasa di depan kantor Pemkab dan DPRD Lamongan, Jumat (24/09/2021). 

Saat melakukan aksinya, aktivis mahasiswa dari PK PMII UNISDA, GMNI, dan SAPI (Serikat Anak Petani Indonesia) tersebut juga melakukan teatrikal dan membawa sepanduk bertuliskan, “Petani Tanam Harapan, Mahasiswa Tanam Perlawanan”.

Dalam aksi unjukrasa tersebut mereka menyuarakan tentang ketidakjelasan Perda perlindungan petani dan menilai bahwa Pemerintah Daerah telah lemah dalam menegakkan reforma agraria.

Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi Unjuk Rasa, Hasan Kholiq mengungkapkan, bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dengan metode Omnibus law hanyalah dalih menjalankan reforma agraria semata, namun hasilnya justru mengakibatkan perubahan besar dalam arah kebijakan agraria di Indonesia.

“Selanjutnya, Perpres RI Nomor 86 Tahun 2018 yang dijadikan sebagai dasar implementasi reforma agraria saat ini kurang kuat. Hal itu berdampak pada tidak teridentifikasinya konflik agraria yang mestinya bisa diselesaikan dengan cepat, termasuk redistribusi tanah-tanah yang telah teridentifikasi sebagai TORA (Tanah Objek Reforma Agraria),” ungkap Hasan.

Lebih lanjut, Hasan bersama para mahasiswa aksi juga menilai bahwa tidak kuatnya Perda perlindungan petani di Lamongan ini didasarkan pada fakta tidak diberikannya petani akan kesejahteraan hidup dari Pemerintah. Bahkan pembangunan industrialisasi, imbuh Hasan, tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.

“Tagline-nya saja lumbung pangan bangsa, tapi industrialisasi telah merampas lahan produktif. Belum lagi masalah pupuk, harga panen, penanganan hama, alat produksi dan garansi sosial yang pelik saat ini. Petani semakin menjerit, pemerintah dipertanyakan keberpihakannya,” tegasnya.

Tak hanya itu, terkait reforma agraria yang dianggap lemah penegakannya. Hasan menuding bahwa reforma agraria yang dijalankan belum mampu mengentaskan permasalahan kaum petani, seperti kesenjangan dan monopoli tanah.

Oleh karena itu, Hasan mendesak, pemerintah harus menjalankan pembangunan industri dalam reforma agraria yang sejati, yakni mengembangkan industri yang mengabdi pada kepentingan mayoritas penduduk dan membuka jalan keadilan bagi rakyat.

“Reforma agraria sejati harus dijalankan sesuai dengan keadaan objektif yang ada, bukan malah reforma agraria palsu yang justru berkolaborasi dengan bandit-bandit korporasi. Sebab itu, dalam aksi ini kita menuntut pemerintah segera lakukan Perda perlindungan dan pemberdayaan petani, stop alih fungsi lahan, dan tegakkan AMDAL,” tandasnya.

Selama 3 jam melakukan aksinya, tidak ada pejabat dari Pemkab atau anggota DPRD Lamongan yang menemui mereka. Karena merasa kecewa, para mahasiswa ini menyebut akan melakukan aksi serupa di lain hari.

“Pemerintah hanya loncat kanan loncat kiri. Tidak ada hasil dan jawaban dari mereka, alias Zonk. Kita akan melakukan aksi tuntutan seperti ini di lain hari,” pungkas Hasan. (bis)