JATIMPOS.CO/BONDOWOSO – Aksi turun ke jalan menolak kenaikan harga BBM terus dilakukan oleh kader Partai keadilan Sejahtera (PKS) di seluruh Indonesia. Aksi dilakukan secara marathon, setelah beberapa daerah di Jawa Timur, kini giliran jajaran pengurus DPD PKS Kabupaten Bondowoso.

Terlihat, seluruh jajaran pengurus PKS mengelilingi bundaran nangkaan dengan membentangkan puluhan banner dan spanduk yang bertuliskan PKS menolak Kenaikan Harga BBM.

Dalam hal ini DPD PKS Bondowoso menyatakan sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Kebijakan ini sungguh tidak berempati dengan kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi covid 19. Belum selesai harga minyak goreng melonjak dan harga telur meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin terpukul dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, dipastikan terjadi efek domino kenaikan harga di sektor lainnya," kata Ketua DPD PKS, Ketut Yudi Kartiko, Minggu (11/9/2022).

Hal tersebut berpotensi terhadap daya beli masyarakat akan turun akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih sepenuhnya.

"Seperti Petani, peternak, nelayan, buruh dan pekerja, sopir truk dan angkot, tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, pelaku UMKM, emak-emak, pelajar dan elemen masyarakat lainnya akan semakin sengsara, terpukul ekonominya dan sulit bangkit kembali dari keterpurukan ekonomi. Kabupaten Bondowoso juga akan mengalami imbas dari kenaikan harga BBM bersubsidi ini," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa  PKS bertanggung jawab secara moral dan konstitusinal untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Naiknya harga BBM bersubsid ini, tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan. Jika pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter atau sebesar 30 persen, maka diasumsikan inflasi akan naik sebesar 3,6 persen," ujarnya.

Meskipun Pemerintah sudah menganggarkan bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 24,17 Triliun, tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi masyarakat akibat dampak pandemi covid 19 dan angka inflasi yang sudah tinggi.

Belum lagi masih ada 2 jutaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang datanya belum jelas di Kementerian Sosial. Banyak data yang tidak akurat, juga ada ketidak tepatan sasaran dalam penyaluran, hingga persoalan terjadinya korupsi, yang nilainya fantastis.

"Karena dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bondowoso, jumlah penduduk miskin pada tahun 2021 sebanyak 115.175 orang atau presentasenya naik menjadi 14,73 persen,  dibandingkan dengan tahun 2020 lalu, yakni 14,17 persen, yang tentunya ini akan merasakan dampak luar biasa dari kenaikan harga BBM," tuturnya.

Dirinya berharap agar pemerintah pusat meninjau kembali atau membatalkan kenaikan harga BBM subsidi.

"Saya minta kepada pemerintah pusat untuk melakukan tinjauan ulang, meskipun menurut pemerintah sudah dikaji dan lain sebagainya, tapu dilapangan tidak sesuai dengan harapan masyarakat," pungkasnya. (eko)