JATIMPOS.CO/SIDOARJO - Ramainya pelesiran misterius yang mengatasnamakan Paguyuban Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 se-Kecamatan Sidoarjo, yang pada Sabtu (29/7) melakukan studi banding ke Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.
Hal tersebut sangat disayangkan oleh Pengamat Politik dan juga Ketua Lembaga Hikmah Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sidoarjo.
Pasalnya, disebutkan kunjungan tersebut ditengarai bersama dengan salah satu Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) DPRD Sidoarjo dan seorang Kepala Dinas di Sidoarjo
"PPS merupakan badan ad hoc dibawah dibawah naungan KPU. Perlu diketahui bersama tahapan kerja PPS juga sedang berjalan, lantas esensi dari Paguyuban PPS perlu dipertanyakan, apalagi hanya di satu wilayah kerja kecamatan saja," ungkap Abdillah Adhi, Pengamat Politik dan LHKP PDM Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan, istilah Paguyuban, yang dipetik dari istilah jawa yang artinya "rukun". Sehingga PPS-PPK-KPU itu hierarki instruksi, mau gak mau ya harus rukun tanpa harus di paguyubkan", ujar Adhi saat dihubungi melalui seluler, pada Rabu (9/8/2023).
Selain itu, Ia juga mencermati tujuan studi banding itu sendiri. Menurutnya, kurang mathuk istilah jawanya. Badan ad hoc seperti PPS terikat tahapan kerja yang jelas, tata laksana dan aturan yang jelas. Out put kerja juga ada alat ukur yang jelas, lantas esensi yang mau dibandingkan apa.
Perlu diketahui, implementasi pada tahapan-tahapan Pemilu 2024 semua daerah itu hampir sama. Sehingga menurut Adi, tahapan KPU tersebut mau dijadikan perbandingan atau komparasi seperti apalagi.
Kemudian juga ditengarai adanya keterlibatan dari salah satu Bacaleg, sehingga tambah memperkeruh keadaan karena netralitas.
"Bagi penyelenggara pemilu adalah syarat mutlak dan asas paling fundamental dan jadi pelanggaran berat dengan konsekuwensi berat jika terbukti", tutur Adhi, yang mantan komisoner KPU Sidoarjo 2014-2019.
Tidak cukup itu saja, kegiatan tersebut juga melibatkan salah satu personil kedinasan di Pemkab Sidoarjo. Jadi lengkap sudah, sehingga mempertontonkan pemandangan betapa amburadulnya norma dan etika birokrasi dan demokrasi secara khusus.
KPU dan Bawaslu melibatkan Pemkab Sidoarjo, selayaknya menindaklanjuti dengan serius dan cepat. Pasalnya, di tahapan krusial sebelum Daftar Calon Tetap (DCT) seperti saat ini bisa jadi kerikil tajam untuk proses tahapan pemilu.
"Ini memang beban berat bagi KPU dan Bawaslu Sidoarjo, harus di investigasi serius dan di proses dengan transparan dan tegas bagi yang melanggar", tegasnya.
Karena bukan sekali saja KPU dan Bawaslu di Kabupaten Sidoarjo diterpa kinerja bawahannya. Kemudian jangan anggap remeh permasalahan-permasalahan seperti ini.
"Langkah cepat, tegas dan antisipatif harus segera dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu Sidoarjo, karena ini adalah tanggung jawabnya," paparnya.
Ia menambahkan, khususnya Bawaslu, anda dibayar oleh rakyat oleh negara itu fungsinya untuk memastikan KPU dan jajarannya bekerja sesuai dengan aturan atau regulasi dalam hal ini PKPU atau undang-undang 7 tahun 2017.
"Ketika terjadi penyimpangan seperti ini, harus ada tindak-lanjut. Jangan semata-mata cuma mengantisipasi saja. Dan jangan dipandang tidak terlalu serius," tandasnya.
Adhi berharap marwah penyelenggara harus dipulihkan sebelum memasuki tahapan tahapan yang lebih krusial dan image penyelenggara pemilu sebagai lembaga yang transparan dan akuntabel dapat terjaga.
"Jangan anggap remeh situasi Pemilu 2024 kali ini, pasalnya kontestasi pemilu sebelumnya memang sangat tinggi. Namun untuk Pemilu 2024 kali ini ekskalasi dan tingkat kompetisi tinggi yang rentan konflik sudah bisa dilihat dan dirasakan saat ini," pungkasnya. (zal)