JATIMPOS.CO/KABUPATEN MOJOKERTO - Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto bereaksi cepat menanggapi aksi tiga warga Lebak Jabung Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto yakni Ahmad Yani, Sugiantoro, dan Heru Prasetiyo yang ingin bertemu Presiden Joko Widodo untuk menuntut penutupan tambang pasir dan batu (Sirtu) di lingkungan tempat tinggalnya.
Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto langsung menggelar rapat koordinasi bersama OPD terkait (PUPR dan DLH) beserta Forpimca Jatirejo untuk pembahasan dampak kerusakan lingkungan akibat galian golongan C itu. Rakor dilakukan di Balai Desa Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Senin (10/02/2020).
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto Bambang Purwanto dalam rapat mengatakan jika tambang galian C mengakibatkan jalan rusak dan Pemkab tidak bisa segera memperbaiki. Alasannya, jika diperbaiki maka tidak ada setahun sudah pasti rusak lagi, sehingga PUPR selaku OPD yang memperbaiki akan bermasalah dengan hukum.
"Apabila terjadi jalan rusak, seharusnya penambang yang memperbaiki/menguruk jalan rusak di sekitar galian C. Biar urusan jalan rusak antara masyarakat dan penambang galian C terselesaikan. Padahal jika kami penuhi permintaan teman-teman untuk membangun infrastruktur jalan Lebak Jabung itu membutuhkan biaya sekitar Rp 4000-5000 miliar. Dan sebenarkan kami juga sudah mempertimbangkan lokasi galian tersebut produktif atau tidak. Kalau tidak produktif ya kita tidak keluarkan UKL dan UPL," kata Bambang Purwanto.
Ditempat yang sama Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto, Didik Chusnul Yaqin menyampaikan peran DLH dalam galian C. Bahwa DLH itu tugasnya memastikan lingkungan itu bisa dikelola dengan baik. "Jadi kita pemerintahan itu tidak mungkin tujuannya membuat kerusakan hutan, banjir dan longsor," ujar Didik.
“Kita yang mengeluarkan dokumen UKL dan UPL. Tapi rekomendasi UKL dan UPL itu disesuaikan oleh tata ruang yang dikeluarkan Dinas PUPR. Jadi yang bagian jaga-jaga terkait lingkungan hidup itulah tugas dari dinas DLH," ujar Didik.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto Komisi III sekaligus Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Mojokerto, M. Syaiku Subhan, SH menjawab pengaduan warga Desa Lebak Jabung yang terkait saluran air terputus, airnya keruh, airnya kurang dan galian dekat makam Lebak Jabung.
"Menurut Undang-undang galian itu tidak boleh dikeruk dengan kedalaman lebih dari 8 Meter. Jaraknya dengan sungai, hutan dan pemukiman warga minimal 50 meter. CSR atau kompensasi pengusaha tambang itu harusnya untuk revitalisasi kerusakan akibat galian C. Dan berapa biaya CSR itu harusnya hitung-hitungannya sudah jelas dan perjanjian dengan kepala desa sebelum izin rekom dikeluarkan," terang M.Syaiku Subhan.
Selanjutnya, Kapolsek Jatirejo AKP Hendro Soesanto pada kesempatan itu enyampaikan, harapan dan aduan dari warga Lebak Jabung ditampung oleh Pemkab dan DPRD Kabupaten Mojokerto. Tapi semua penyelesaian itu butuh proses.
"Tolong pak kades saat sosialiasi yang jelas biar tidak ada warga yang menambahi omongan. Segala sesuatu bisa dikomunikasikan jangan sampai ada gesekan di lapangan, kami pihak keamanan berharap khususnya warga Jatirejo secara keseluruhan agar tidak gaduh menjaga situasi tetap aman dan kondusif," pintanya.
Anggota DPRD Kabupaten yang turut hadir pada acara itu Edi Ikhwanto, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto dari Fraksi PKB mengatakan jika sebenarnya sebelum 3 Warga Lebak Jabung ke Jakarta sudah koordinasi dengan Camat.
Kami waktu itu tidak langsung menggelar rapat di Desa Lebak Jabung karna takutnya terjadi gesekan. Maklum saat itu kondisinya lagi panas-panasanya. Dan keberadaan kami disini untuk memperjuangkan masyarakat mencari solusi penyelesaian, sama dengan yang dilakukan oleh 3 warga Lebak Jabung yang berjalan kaki ke Jakarta.
“Kedepannya kita menggelar rapat dengan Bupati, Kapolres, Dandim, pihak penambang dan perwakilan Desa Lebak Jabung untuk merumuskan solusinya seperti apa dan kemudian kita laporkan hasilnya pada Gubernur," kata Edi Ikhwanto. (din/Adv)