JATIMPOS.CO//KOTA MOJOKERTO – DPRD Kota Mojokerto Gelar hearing bersama Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Islam (API) Kota Mojokerto diruang rapat DPRD Kota Mojokerto, Kamis (30/4/2020).
Hearing (RDP) dilakukan untuk menanggapi banyaknya aduan dari Pedagang Kaki Lima (PKL) yang keberatan atas SE Walikota Mojokerto Nomor 4433/4026/417.309/2020 tentang Kewaspadaan Terhadap Wabah Virus Corona (Covid-19) yang didalamnya memberlakukan penerapan jam malam di sejumlah jalan protokol di Kota Mojokerto.
Surat Edaran yang ditandatangani Walikota tanggal 21 april 2020 , berlaku sejak Sabtu, 25 April 2020 hingga Sabtu 30 Mei 2020. Di empat ruas jalan protokol yang merupakan pusat perekonomian masyarakat, yaitu Jalan Majapahit Utara, Jalan Benteng Pancasila, Jalan Raya Ijen dan Jalan Mayjen Sungkono diterapkan jam malam. Pedagang tidak boleh berjualan mulai pukul 19.00 WIB hingga 06.00 WIB.
Sukarno Aldro, Koordinator Asosiasi Pedagang Islam (API) Mojokerto membeberkan, Surat Edaran yang penutupan usaha pukul 19.00 WIB tersebut dinilai sangat merugikan PKL. Ada ratusan PKL yang terdampak, khususnya di dua jalan protokol pusat perekonomian masyarakat Kota Mojokerto. Yakni Jalan Majapahit dan Benteng Pancasila. Ratusan PKL meminta agar Wali Kota Mojokerto mencabut Surat Edaran tersebut.
“Di bulan puasa ini selesai sholat terawih, baru turun dari masjid pukul 19.30 WIB. Ramenya pembeli malam hari, dalam SE itu jam 19.00 wib harus tutup, kita tidak bisa berdagang mencukupi kebutuhan keluarga," ungkap Sukarno dengan kesal.
Lanjut Sukarno, Surat Edaran tersebut dinilai bertentangan dengan dasar hukum. Kebijakan yang dilakukan Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari tak sesuai dengan aturan Menteri, maupun Gubernur Jawa Timur yang tidak memperbolehkan adanya penutupan-penutupan, baik itu jalan-jalan, maupun usaha-usaha.
” Di Surabaya dan Gresik yang PSBB saja tidak seperti itu, tidak ada penutupan jalan protokol. Karena SE itu bertentangan dengan sistem ketatanegaraan yaitu aturan yang dibuat oleh Peraturan Presiden maka harus dicabut,” cetusnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik menyatakan bahwa kebijakan Pemkot Mojokerto terkait jam malam dinilai timpang dengan pemerintah pusat, maupun SE Kementrian ataupun Mendagri, bahwasannya untuk memutus mata rantai Covid-19 dengan physical distancing, maupun social distancing
" Surat Edaran itu, tujuan utama Wali Kota maupun kebijakan pemerintah berharap tidak ada interaksi dari luar Kota Mojokerto ke Kota Mojokerto dan menghindari kerumunan, Bukan penerapan jam malam di jalan-jalan maupun penutupan warung, toko atau usaha lainnya. Inikan juga kurang efektif,” terangnya.
Gus Juned panggilan H.Junaed Malik juga berharap dalam memutus penyebaran mata rantai Covid 19 Pemkot Mojokerto melakukan harus terapkan check point di ruas jalan-jalan atau pintu masuk dari berbagai perbatasan di seluruh akses masuk ke Kota Mojokerto. Bukan membuat jam malam dan menutup usaha warga di jam-jam tertentu yang mematikan perekonomian masyarakat Kota Mojokerto.
“ Pintu masuk dari perbatasan dilakukan check. Bisa bantu putus mata rantai penyebaran covid 19 , Seperti dari Sooko ke Jalan Brawijaya, begitu juga jembatan Sungai Brantas yang ke Jalan Gajahmada lebih baik di adakan chek point,” harapnya.(din).