JATIMPOS.CO/KOTA MOJOKERTO - DPRD Kota Mojokerto sepakat bentuk pansus BPRS Syariah demi penyehatan dan penyelamatan bank plat merah. Keputusan tersebut disepakati saat rapat paripurna di ruang rapat gedung DPRD Kota Mojokerto, Kamis (28/10/2021).

Rapat paripurna dihadiri separuh lebih anggota dalam pengambilan keputusan atas Pansus BPRS. Akhirnya mayoritas dewan yang hadir menyepakati menetapkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) BPRS Syariah. Sebagai upaya penyehatan  Bank syariah ini tengah dilanda persoalan likuiditas dan kredit macet.

"Atas keputusan DPRD berdasarkan asas musyawarah mufakat, maka ditetapkan pembentukan Pansus BPRS Syariah. Pansus ini akan bekerja selama enam bulan kedepan," kata Sonny Basoeki Rahardjo, Wakil Ketua DPRD yang menjadi pimpinan sidang, Kamis (28/10).

Anggota pansus menetapkan Moeljadi (PAN) sebagai Ketua Pansus dan Mochamad Harun (Gerindra) sebagai Wakil Ketua pansus.

Upaya penyelamatan dan penyehatan BPRS Syariah menjadi isu utama dari terbentuknya pansus ini. Agus Wahjudi Utomo (Golkar) mengungkapkan pihaknya berniat membantu kinerja BPRS saat ini.

"Melalui pansus kita tahu sejauh mana pengucuran modal pemerintah yang diberikan kepada BPRS. Itu demi penyehatan dan kelancaran kinerja BPRS sendiri," jelasnya.

Golkar, katanya, mendukung pembentukan pansus semata untuk penyehatan BPRS sendiri. "Kalau ada pelanggaran hukum maka kami menyerahkan kepada aparat hukum sendiri,” tandasnya.

Sementara itu, Junaedi Malik, Wakil Ketua DPRD dari PKB secara tegas mengungkapkan persetujuan atas pembentukan pansus ini. Junaedi berpandangan keberadaan pansus sangat urgen. "Ada persoalan besar dan sangat substansi di BPRS Syariah, yakni persoalan likuiditas yang sangat pelik," ujarnya.

Padahal, lanjut ia, peran lembaga perbankan ini sebagai penguatan ekonomi kerakyatan ."Namun terkait penyertaan modal BPRS oleh pemerintah dimana uang itu tidak jelas," imbuhnya.

Menurutnya,  ada pertanggungjawaban yang besar harus diselesaikan BPRS. Diduga ada deposito Rp 48 miliar tidak dapat terlayani dengan baik. Belum pinjaman ke bank lain. APBD kota sudah terkucur Rp 25 miliar sekian. Ini harus dipertanggungjawabkan oleh BPRS.

Junaedi menguraikan, ada dugaan peminjam yang syarat SOP nya tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. "Ini jadi persoalan yang macet harus dipertanggungjawabkan dengan baik. DPRD wajib menyikapi sebagai fungsi pengawasan. Harus diluruskan fungsi BPRS sesuai perda. Terkait kredit macet itu bukan tugas kita. Itu tugas APH,” ungkapnya.

Demikian dengan fraksi gabungan, jubir Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (GKP) Agung Sucipto mengungkapkan setelah mempelajari dengan seksama masalah BPRS, menyampaikan pembentukan pansus BPRS ini adalah proses untuk mengungkap dan menyehatkan BPRS.

"Kami memandang perlu membentuk pansus untuk melihat BPRS. Kami mendukung sepenuhnya dan siap berpartisipasi melaksanakan jalannya pansus tersebut," ungkapnya.

Euforia dukungan ini tidak serta merta menjalar ke Demokrat. Jubir Demokrat, Nuryono Sugiarjo menyatakan jika Demokrat tidak sama. "Kami memohon maaf atas kepada temen teman pengusul. Bahwa dalam tubuh BPRS telah ada bergantian struktur. Kami memberikan kesempatan kepada sistem yang ada. Atas dasar itu kami beranggapan daripada membentuk pansus bisa dipergunakan secara optimal dapat mencermati struktur yang baru," kilahnya.

Ia mengatakan, soal kredit macet dari debitur dan kreditur, kita tahu soal itu diperiksa APH, maka capaian outputnya tidak maksimal karena momentumnya sudah terlambat.

"Kami menghimbau agar DPRD memaksimalkan agenda yang ada. Seperti KUA PPAS, pembahasan perda eksekutif dan legislatif," pungkasnya. (din/Adv)