JATIMPOS.CO/JOMBANG - Polemik kawasan pertokoan di Simpang Tiga Mojongapit milik Pemkab Jombang yang tengah jadi sengketa berlanjut di meja hearing Komisi A DPRD Jombang, Kamis (7/4/2022).

Hearing itu itu dihadiri beberapa perwakilan penghuni ruko yang tergabung dalam Forum Pengusaha Simpang Tiga beserta kuasa hukumnya, Kabag Hukum Pemkab Jombang, Kepala Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagrin) beserta jajarannya.

Dalam polemik di kawasan pertokoan Simpang Tiga Mojongapit yang sudah berjalan kurang lebih 6 tahun ini, BPK menemukan hutang sekitar Rp 4 miliar atas kawasan tersebut.

Dalam hearing tersebut, telah tercipta sedikit kesepakatan antara pihak terkait. Siswoyo selaku penyewa ruko menjelaskan, hasil hearing disepakati dari pihak Pemkab akan menata lagi besaran kewajiban yang harus diselesaikan (hutang temuan BPK) pihak penghuni ruko simpang tiga, dan dalam waktu secepatnya akan clear.

“Hasil sementara ini perlu digaris bawahi bahwa ada kesepakatan ruko akan disewakan kembali. Untuk ketentuan lainnya akan diatur lebih lanjut," ucapnya usai hearing.

Kabag Hukum Setdakab Jombang, Abdul Majid Nindia Agung menyampaikan hasil dari hearing bersama pemanfaat ruko di Simpang Tiga Mojongapit. "Ada penegasan akan memenuhi temuan BPK sebesar Rp 4 miliar. Pembagian besaran akan dihitung Kepala Disdagrin ketemunya berapa. Jadi kewajiban mulai 2016-2021 akan terpenuhi. Kedepannya tahun 2022-2027 akan ditentukan appraisal ulang," ujarnya kepada awak media.

Ditambahkan Agung, tentu sanksi akan mengikat di perjanjian nanti. Ada hak dan kewajiban yang diatur didalamnya. Termasuk kalau tidak memenuhi akan ada penyelesaian baik musyawarah hingga pengadilan, seperti biasanya ada dalam sebuah perjanjian.

Sementara Itu, Ketua Komisi A DPRD Jombang Andik menuturkan, hearing ini adalah  untuk meminta kejelasan terkait status aset pertokoan yang sejak dulu penyelesaiannya berlarut-larut tanpa ada kejelasan. Terlebih persoalan aset ini juga menjadi perhatian dari BPK.

”Kita semua tahu permasalahan di Simpang Tiga ini tak kunjung selesai. Sehingga kemarin ada perintah Ketua DPRD untuk melakukan pemanggilan,” katanya.

Pemanggilan ini untuk menggali informasi dari kedua belah pihak. ”Kami telah mendengar keterangan dari penghuni ruko seperti apa dan pemkab seperti apa dan kajian hukumnya seperti apa sebagai dasar dewan memberikan rekomendasi,” ungkapnya.

"Sudah ada titik terang, dari temuan BPK hutang Rp 4 miliar akan ditutup penghuni ruko simpang tiga. Segera disiapkan appraisal mulai tahun 2022 dimana ini menjadi kewajiban penyewa ruko kedepan untuk membayar sewanya tiap tahun. Karena belum ada rencana dari Pemkab untuk apa tempat itu, jadi saran saya tetap disewakan,” pungkas Andik.

Terpisah, ketua Lembaga Pemantau Layanan Publik (LPLP) Wahyu Widyanarko, S.Pd., SH, memberi tanggapan mengenai hasil hearing di Komisi A, "Jadi gini, waktu pemanfaatan kan sudah habis, masa HGB sudah habis sejak tahun 2016. Pemanfaatan ruko di Simpang Tiga sudah tidak ada manfaatnyaa karena tidak ada kontribusi selama bertahun tahun kepada daerah. Apabila dipaksakan untuk disewakan harus dilakukan secara umum dan terbuka. Karena masih banyak yang akan mengajukan sewa selain penghuni yang lama," jelasnya.

Wahyu Widyanarko juga memberikan masukan terkait hasil dari hearing tersebut, “Untuk itu mohon harus dikosongkan dulu lahan ruko Simpang Tiga. Untuk menghindari mafia tanah asset daerah," tuturnya.

Ketua LSM juga itu mendorong DPRD harusnya segera mungkin membentuk Pansus agar akar masalahnya dapat terurai. "DPRD harus sesegera mungkin membuat tim Pansus dan merekonstruksi awal mula terjadinya kesepakatan dan merubahnya menjadi zero activity, mereka sudah jelas menggemplang sewa sejak tahun 2016, DPRD jangan malah merekomendasikan untuk melanjutkan sewa," tegasnya.

Ia mengapresiasi Kepala Dinas Disdagrin, Hari Oetomo, jika berani mengalihfungsikan kawasan pertokoan Simpang Tiga Mojongapit menjadi Mall Pelayanan publik.

"Mereka sudah jelas sejak 2016 telah menggemplang sewa, perlu diberi tindakan tegas dengan mengosongkan kawasan ruko dan mengalihfungsikan menjadi Mall Pelayanan Publik, saya rasa itu akan lebih manfaat dari pada melanjutkan sewa yang pemasukannya sangat minim, Kapan lagi Jombang memiliki Mall pelayanan publik, daerah lain saja sudah, kita kapan,?" pungkasnya. (her)