JATIMPOS.CO/SIDOARJO - Kejari Sidoarjo menahan Direktur Utama PT Puspa Agro, Abdullah Muchibuddin, dan juga anak buahnya Heri Djamari selaku pemegang bagian trading. Diduga keduanya melakukan ekspor ikan fiktif dengan kerugian negara hingga Rp  8.029 miliar.

Kasi Intelijen Kejari Sidoarjo Idham Khalid, mengungkapkan bahwa sebelumnya Direktur CV  Aneka Hosse (AH), Ardi, sudah menjalani proses hukum terlebih dulu dalam kasus ini dalam keterkaitan ekspor ikan tersebut.

"Proses jual beli ikan tersebut dilakukan sudah hampir lebih dari tujuh kali, mulai bulan Juni hingga November 2015", ungkap Idham saat dikonfirmasi Jumat sore (16/10/2020).

Selain itu, pembelian tersebut fiktif, tapi pembayarannya jalan terus. Dua tersangka mengaku pembelian ikan tersebut untuk diekspor.

Dan menurut Idham, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah lagi.

Lebih jauh dijelaskan Idham, awalnya modus kejahatan yang dilakukan yaitu kerja sama ekspor ikan PT. Puspa Agro dengan CV. Aneka Hosse (AH) pada Juni - Nopember 2015 silam diduga fiktif semua, dimana PT. Puspa Agro selaku pihak pemberi dana untuk ekspor ikan tersebut.

Sementara CV. AH selaku pihak yang mencari ikan dari sejumlah daerah hingga yang melakukan ekspor. Sedangkan selama transaksi tersebut, PT. Puspa Agro selalu membayar kontan. 

"Dalam perjanjiannya, PT. Puspa Agro akan mendapatkan 5% dari setiap transaksi ekspor. Namun sangat disayangkan, kerja sama tersebut diduga tidak ada perjanjian hitam di atas putih," terangnya. 

Akibatnya perusahaan milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jatim ini rugi Rp 8,029 milyar. PT. Puspa Agro sendiri merupakan anak perusahaan milik PT. Jatim Graha Utama (JGU) yang merupakan BUMD Pemprov Jatim.

"Kita sudah cek di kantor Bea Cukai ternyata tidak ada proses ekspor. Demikian saat kita cek di pelelangan ikan di Prigi Trenggalek dan Paciran Lamongan ternyata juga tidak ada," kata Idham.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka ini dinilai melanggar Pasal 2 dan 3 Juncto 55 KUHP tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. (zal)