JATIMPOS.CO/TUBAN – Dinas Pendidikan Tuban dalam waktu dekat akan memberikan pendampingan terhadap korban pedofilia yang terjadi di lingkungan Sekolah Dasar di Kabupaten Tuban. Ada 7 korban dari perkara ini yang berhasil diungkap oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri pada Rabu (12/02).
“Dinas Pendidikan didampingi Dinsos P3A pasti turun ke bawah memberikan pendampingan psikologi terhadap korban,” kata Kepala Dinas Pendidikan Tuban Nur Khamid kepada JatimPos melalui sambungan telepon.
Menurutnya, dinas pendidikan akan mencari cara dan metode terbaik untuk program pendampingan. Psikologi korban harus benar-benar pulih. Dia tidak ingin kasus serupa terjadi di kemudian hari. Pendampingan harus dilakukan sampai tuntas.
“Saya perhatikan setiap kasus pedofilia itu adalah korban pedofilia pada masa lalunya,” ungkapnya.
Nur Khamid menyebut pendidikan tidak urusan pemerintah saja. Lingkungan keluarga dan sekitar juga harus berperan aktif dalam mencetak generasi yang berkarakter dan handal.
Baca Juga : Komisi IV : Pedofilia Coreng Tuban Kabupaten Layak Anak
“Masalah seperti ini seperti mencari jarum dalam sekam,” kata Nur Khamid seraya tidak mau gegabah menyalahkan orang lain.
Awalnya dia mengira ini kasus tentang ujaran kebencian.
“Bayangan saya adalah ujaran kebencian tidak mengira kasus pedofilia,” sambungnya.
Terpisah Bupati Tuban Fathul Huda saat dikonfirmasi mengenai kasus ini menyatakan belum mendapat laporan secara resmi. Apakah ada langkah-langkah preventif ke depan terhadap dunia pendidikan? Apakah akan ada sanksi atau teguran terhadap pihak sekolah?
“Belum ada laporan resmi ke saya. Kalau itu valid akan kami proses dan tentu di sanksi sesuai aturan,” jawab Huda.
Namun Huda menyebut bahwa perilaku yang mencoreng dunia pendidikan di Tuban ini sangat disayangkan. Ia mengecam perbuatan ini.
Dikutip dari kumparan.com pelaku berinisial PS (44), seorang pelatih pramuka sebuah sekolah di Tuban ditangkap Direktorat Siber Bareskrim Polri pada Rabu (12/02). karena menyodomi tujuh siswa SD. Selain itu, pelaku juga menyebar video asusila itu ke media sosial.
Rupanya, perbuatan pedofil ini berakar dari trauma masa kecil si pelaku. Menurut polisi, PS pernah menjadi korban sodomi saat ia masih kecil.
"Pertama tersangka pernah dicabuli ketika berumur 5 sampai 8 tahun oleh pamannya sendiri, dari umur 5 - 8 tahun," kata Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono, di Gedung Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/02).
Perbuatan tersebut membuat pelaku merasa wajar melakukan hal serupa. Ia tak mendapat pendampingan psikologi yang memadai, sehingga ia mencari pelampiasan nafsu dengan hal menyimpang.
Selain itu, pelaku kerap menonton konten porno yang menyimpang di media sosial twitter.
"Dengan riwayat tersebut, tersangka PS kemudian dia ada kebiasaan melihat konten porno anak di twitter," kata Argo.
PS melakukan kekerasan seksual tersebut selama 3 sampai 8 tahun. Polisi menyebut, baru ada 7 korban dari perbuatan keji tersebut.
Agar korban bersedia, mereka diiming-imingi rokok, kopi, minuman keras, hingga akses internet. Jika tidak, korban diancam tidak akan diikutkan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka atau bela diri.
Saat penangkapan, polisi juga mengamankan barang bukti yakni sebuah HP, 2 SIM card, 1 Memory Card Micro SD 2GB, 2 bantal tidur, 1 celana pendek warna hitam, 1 kaos dalam laki-laki warna putih, 1 botol bekas minuman merek orang tua, dan 2 gelang tangan berbahan kayu.
Pelaku dijerat Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E atau Pasal 88 Jo Pasal 76I UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar. (min)