JATIMPOS.CO/JEMBER - Evaluasi Kinerja BPR (Bank Perekonomian Rakyat) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) Semester II Tahun 2023 dilaksanakan oleh Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember, Senin, (6/05/2024).
Bertempat di Convention Hall Hotel Grand Mercure, Solo. Pertemuan tersebut dihadiri Direksi dan Komisaris dari 36 BPR/S di bawah pengawasan Kantor OJK Jember. Evaluasi kinerja ini merupakan salah satu wujud konkrit concern OJK Jember terhadap perkembangan industri BPR di wilayah Sekar Kijang.
Pertemuan tahunan kali ini mengangkat tema “Mendorong Daya Saing BPR/S melalui Penguatan Pengelolaan Aset Produktif”.
Dalam kegiatan evaluasi ini, OJK memberikan pemaparan mengenai perkembangan kinerja BPR sampai dengan semester II 2023, evaluasi pencapaian roadmap Pengembangan BPR/S 2021 - 2025 di wilayah Sekar Kijang, evaluasi kesiapan penerapan Standard Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) bagi BPR serta isu-isu terkini yang terkait dengan aspek regulasi maupun dinamika industri perbankan yang perlu diperhatikan oleh Pengurus BPR.
Kepala OJK Jember, Hardi Rofiq Nasution, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sampai dengan akhir tahun 2023 perekonomian Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,95% (yoy), sejalan dengan hal tersebut sektor keuangan di Jawa Timur mencatatkan kinerja yang positif, tercermin dari peningkatan volume usaha perbankan yang mencapai sebesar 6,45% (yoy).
"Kinerja positif perbankan di Jawa Timur tersebut, tidak terlepas dari peran serta industri BPR di wilayah Sekar Kijang yang pertumbuhan aset, DPK dan kreditnya masing-masing mencapai 6,92%, 4,62% dan 5,96% (yoy). Fungsi intermediasi BPR di wilayah Sekar Kijang cukup baik dengan rasio LDR sebesar 75,81%. Risiko kredit BPR tergolong cukup tinggi, tercermin pada rasio NPL sebesar 11,30% namun rasio kecukupan modal BPR masih tergolong memadai untuk menyerap dampak risiko tersebut dengan CAR sebesar 44,17%," kata Hardi Rofiq Nasution Kepala OJK Jember, Selasa (7/5/2024).
Hardi berharap kepada Pengurus BPR di wilayah Sekar Kijang untuk memperhatikan potensi peningkatan jumlah kredit bermasalah dengan senantiasa memantau secara ketat perkembangan kualitas kredit yang disalurkan.
"Khusus untuk BPR yang rasio NPL nya telah mencapai lebih dari 5%, OJK mewajibkan BPR untuk menyusun langkah-langkah penyelesaiannya yang komprehensif dan realistis dalam sebuah rencana tindak (action plan)," imbuhnya.
Dengan diterbitkannya POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR diharapkan dapat mendorong perbaikan dalam pengelolaan aset BPR khususnya penyelesaian kredit bermasalah karena dalam POJK tersebut diatur mengenai penambahan pengaturan diantaranya mengenai aset non produktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, dan kebijakan dan prosedur perkreditan.
Hardi Rofiq juga menyampaikan concern mengenai diberlakukannya penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) bagi BPR pada awal tahun 2025, terutama dengan adanya kewajiban pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) bagi BPR disamping Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA), untuk itu BPR perlu mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk penerapan SAK EP tersebut, antara lain kesiapan SDM, kecukupan SOP, teknologi sistem informasi yang mendukung, serta melakukan pengujian secara berkala di tahun 2024.
"Sehubungan dengan adanya concern tersebut maka pada pelaksanaan evaluasi kinerja hari ini, dilaksanakan pula focus group discussion serta evaluasi kesiapan implementasi penerapan SAK EP Bersama Pengurus BPR di Wilayah Sekar Kijang, sekaligus Pendidikan kepada pegawai BPR/S terkait POJK Nomor 28 Tahun 2023 (POJK 28/2023) tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS. Serta, POJK 1/2024 tentang Kualitas Aset BPR," tutup Hardi Rofiq Nasution. (ari)