JATIMPOS.CO//SURABAYA- CEO Jatim Pos, Syaiful Anam yang juga Sekretaris Jaringan Media Siber (JMSI) dan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jatim diminta memaparkan “Peran Media Dalam Menangkal Berita Hoax dan Radikal” pada diskusi Publik Nasional.

Ia bersama Bupati Magetan, Suprawoto, Wartawan Kompas dan Penulis Buku “Presiden dan Berita HOAX”, Yurnaldi serta Wakil Ketua PWOIN Jateng N.Aji Gunawan.

Kegiatan yang digagas MZK Institute melalui zoom meeting, diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia, berlansung Senin malam (24/5/2021) dengan cukup gayeng selama empat jam mulai pukul 19.00 hingga 22.00. Berbagai pertanyaan peserta cukup menarik pada sesi Tanya jawab dengan moderator Agung Santoso.

Menurut Syaiful Anam, Hoax merupakan informasi, berita bohong yang banyak dijumpai di media sosial dan bahkan ada di media massa produk jurnalistik. “Ini harus kita perangi karena meresahkan masyarakat,” ujarnya.

Caranya kata Syaiful Anam, media produk pers, media mainstream harus terus membangun kepercayaan masyarakat dengan menyajikan berita yang benar sesuai fakta. “Ikuti Kode Etik Jurnalistik dalam mencari dan menulis berita,” ujarnya.

Jika wartawan selalu ingat dan berpedoman pada kode etik jurnalistik, dipastikan beritanya benar, tidak hoax. “Kode etik jurnalistik sering dilupakan, dianggap sepele sehingga muncullah hoax,” ujar Syaiful Anam yang juga Wakil Bendahara PWI Jatim ini.

Misalnya pada pasal 3 dan 4 Kode Etik Jurnalistik disebutkan: menguji informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini, menerapkan asas praduga tak bersalah, tidak bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Selain itu kata Syaiful Anam, perusahaan pers, media pers harus mengikuti ketentuan UU Pokok Pers no 40 Tahun 1999. “Media harus mencantumkan penanggungjawab, pimpinan redaksi dan alamat, serta berbentuk Perseroan Terbatas,” ujar Syaiful Anam yang juga CEO Jatim Pos, media terverifikasi Faktual Dewan Pers ini.

Jika berita dan medianya sudah sesuai dengan UU Pers, maka disebut produk pers dan bisa dijadikan referensi untuk membedakan berita hoax atau tidak. “Karena itu kami mengajak siapa pun untuk menjadikan berita dari produk pers sebagai referensi informasi, bukan dari media sosial,” pungkasnya.

Banyaknya berita hoax di Medsos menurut Yurnaldi, menjadikan masyarakat beralih ke media massa produk pers. “Kepercayaan masyarakat pada media produk pers terus meningkat. Saat ini dari hasil penelitian, 84 persen menggunakan produk pers sebagai referensi berita, sisalanya masih menggunakan media sosial,” paparnya.

Sementara itu Suprawoto, Bupati Magetan mengemukakan teknologi membuat semua jadi efisien, namun internet juga bisa seperti pisau bermata dua, ada manfaat ada mudarat”ucap Suprawoto

Berdasarkan konsep falsafah UU ITE, yang namanya real space, harus sama dengan cyber space. Hukum di dunia nyata harus sama dengan di dunia maya, “Di era digital apa yang diunggah sifatnya abadi, akan tetap ada jejak digital, Oleh karena itulah konsep UU ITE didesain lebih berat,” ujar Suprawoto.

Lalu kenapa ada radikalisme, orang menjadi radikal karena banyak orang yang tidak punya hope (harapan) “Ada sebuah ajaran yang memberi harapan yang luar biasa, dulunya di dunia tersingkirkan kemudian ada ajaran yang luar biasa meskipun dengan cara yang salah, Itulah yang harus diluruskan, dan disinilah peran media mainstream sangat besar” pungkasnya 

Agung Santoso, Direktur Pendidikan Sekolah Wartawan MZK Institute menjelaskan ratusan peserta dari berbagai Provinsi di Indonesia ikut dalam kegiatan itu.

"Banyak yang tidak bisa masuk aplikasi zoom, karena kuota untuk diskusi publik terbatas, kami mohon maaf, rencana ke depannya akan di tambah kuotanya,” ungkap Agung yang juga dikenal sebagai Ketua Forum Komunikasi Pemimpin Redaksi Media ( FKPRM) di Jawa Timur. (yd)