JATIMPOS.CO/ SURABAYA – Kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus mendorong lima pelajar SMP Negeri 1 Surabaya menciptakan inovasi teknologi yang bermanfaat bagi teman sebaya mereka. mereka berhasil mengembangkan NeuroAid, sebuah robot pendamping interaksi sosial yang dirancang untuk melatih kemampuan komunikasi dan pengenalan emosi.

Inovasi ini digagas oleh Kalila Zanetta Echaputri, Alya Prashanti Nur Rizqi Setiyono, Zahwa Aliyah Rahma, Afnan Daan Indrawan, dan Harley Fatahillah Yudhaloka Sunoto. Berkat kepedulian sosial dan kecerdasan teknologi yang mereka tunjukkan, kelima pelajar ini sukses menyabet Medali Emas dalam ajang Indonesia International Applied Science Project Olympiad (I2ASPO) 2025.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Yusuf Masruh, memberikan apresiasi tinggi atas pencapaian luar biasa tersebut. Menurutnya, NeuroAid bukan sekadar karya ilmiah, tetapi juga menjadi cerminan penerapan Kurikulum Merdeka yang menekankan profil pelajar Pancasila, yakni kreatif, bernalar kritis, dan memiliki empati sosial.

“Kami sangat bangga. Anak-anak SMPN 1 Surabaya ini menunjukkan bahwa teknologi yang tepat dapat menjadi solusi kemanusiaan. Mereka tidak hanya belajar coding atau merakit robot, tapi juga belajar berempati terhadap sesama, khususnya anak-anak istimewa di sekolah inklusif kita,” ujar Yusuf Masruh, Jumat (26/12/2025).

NeuroAid lahir dari riset mendalam yang menemukan bahwa terapi perilaku untuk anak autis sering membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang panjang. Robot ini hadir sebagai pendamping yang tenang, terstruktur, dan tidak menekan anak. Dengan desain ringkas dan portabel, NeuroAid mampu mengenali wajah, membaca ekspresi emosi dasar, serta memberikan respons suara maupun visual yang mudah dipahami anak.

Yusuf Masruh menambahkan, inovasi seperti NeuroAid sangat relevan dengan kebutuhan pendidikan inklusif di Surabaya.

“Kelebihan NeuroAid adalah polanya yang konsisten dan dapat diprediksi. Bagi anak autis, konsistensi memberikan rasa aman,” jelasnya.

Sistem NeuroAid menggunakan kamera dan mikrofon untuk menangkap respons anak. Kelima pelajar ini merancangnya agar lebih sederhana dan sesuai konteks budaya lokal, dibandingkan robot serupa dari luar negeri yang mahal dan kompleks.

Yusuf Masruh menegaskan, pihaknya akan mengawal agar inovasi ini tidak berhenti di kompetisi, tetapi bisa diimplementasikan secara bertahap di lingkungan sekolah.

“NeuroAid menjadi bukti nyata bahwa sejak usia sekolah, para pelajar Surabaya mampu memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap sesama,” pungkasnya.(fred)